Tanggapan Terhadap Ketua Partai NasDem Aceh Teuku Taufiqulhadi

Merdekanusantara.coma, Aceh – Baru-baru ini, Ketua Partai NasDem Aceh, Teuku Taufiqulhadi meminta pemerintah pusat agar mempertimbangkan kembali untuk hadirnya bank-bank konvensional ke Aceh. Hal ini disampaikan oleh Teuku Taufiqulhadi kepada Serambinews.com, Sabtu (29/10/2022).

Menurutnya, kekosongan bank-bank konvensional seperti bank Mandiri, BNI, BRI dan lain sangat mengganggu upaya masyarakat Aceh sendiri untuk keluar dari problem ekonomi.

Read More

Dari data statistik, saat ini Aceh tercatat sebagai provinsi termiskin di Pulau Sumatera, meski menggelola anggaran yang banyak.

Begitu juga dengan angka stunting dan inflasi juga sangat tinggi serta angka pertumbuhan ekonomi masih rendah dibandingkan rata-rata pertumbuhan nasional.

Salah satu penyebabnya persoalan ini karena kurang dukungan dari lembaga-lembaga keuangan nasional saat ini.

Sehubungan dengan pernyataan tersebut, maka saya ingin menanggapinya sebagai berikut:

*Pertama:* Menyayangkan pernyataan Teuku Taufiqulhadi. Pernyataannya ini telah menyakiti perasaan rakyat Aceh, karena tidak menghormati aturan syariat yang berlaku di Aceh. Bahkan dia telah mempermalukan dirinya sebagai seorang muslim dan partainya.

*Kedua:* Pernyataannya ini menunjukkan minimnya pemahaman agamanya. Sepatutnya dia bertanya persoalan agama kepada ulama atau belajar agama dengan membaca buku-buku para ulama mengenai Fiqh Muamalah (Fiqh Perekonomian Islam) khususnya mengenai topik riba.

*Ketiga:* Menolak dengan tegas permintaan Teuku Taufiqulhadi. Semua alasan yang dikemukakannya adalah keliru dan terlalu mengada-ada. Pendapatnya ini tidak mempresentasikan seluruh rakyat Aceh. Justru membela kepentingan pihak tertentu yang mencari keuntungan dengan beroperasinya bank konvensional atau pihak yang anti syari’at Islam.

*Keempat:* Permintaan Teungku Taufiqulhadi agar bank konvensional bisa beroperasi kembali di Aceh merupakan kesalahan yang fatal, karena telah melanggar syari’at Islam maupun aturan syariat yang berlaku di Aceh.

*Kelima:* Islam mengharamkan riba berdasarkan Al-Qur’an dan As-Sunnah. Bank konvensional menerapkan sistem bunga. Dalam Islam, bunga bank ini riba. Maka menerapkan bank konvensional melanggar syariat Islam.

*Keenam:* Pernyataan ini juga bertentangan dengan aturan syari’at di Aceh yaitu Qanun no 11 tahun 2018 tentang Lembaga Keuangan Syari’ah (LKS) yang mengharuskan semua transaksi lembaga keuangan di Aceh berdasarkan syari’ah mulai 4 Januari 2019. Maka permintaan Teuku Taufiqulhafi agar bank konvensional beroperasi kembali di Aceh ini melanggar Qanun LKS yang merupakan produk hukum syari’ah yang berlaku secara resmi di Aceh.

*Ketujuh:* Alasan Teuku Taufiqulhadi bahwa tidak adanya bank konvensional sangat memgganggu perekonomian masyarakat ini tidak benar. Karena, kebanyakan bank konvensional seperti BRI, Mandiri, dan BNI telah beralih memakai sistem syari’ah tetap beroperasi dengan bergabung menjadi Bank Syari’ah Indonesia (BSI). Kantornya sama meskipun namanya sudah berubah menjadi BSI, namun tetap beroperasi di seluruh Aceh.

*Kedelapan:* Tudingan Teuku Taufiqulhadi bahwa Aceh menjadi provinsi yang termiskin di pulan Sumatera akibat menerapkan perbankan syari’ah itu keliru dan mengada-ada, karena Qanun LKS ini mulai berlaku tanggal 4 Januari 2019. Meskipun demikian lembaga keuangan konvensional untuk beralih ke Syari’ah
diberi waktu selambat-lambatnya 3 tahun sejak diundangkan tahun 2018.

Justru kemiskinan yang terjadi di Aceh akibat sistem perbankan konvensional yang menerapkan riba selama ini. Selain itu, penyebab kemiskinan juga faktor kemalasan, merokok, rentiner, dan sebagainya. Yang tak kalah pentingnya adalah karena maksiat sehingga tidak diberkahi oleh Allah ta’ala rezki dan usaha.

*Kesembilan:* Tudingan Teuku Taufiqulhadi bahwa angka stunting dan inflasi sangat tinggi serta angka pertumbuhan ekonomi masih rendah dibandingkan rata-rata pertumbuhan nasional akibat sistem perbankan syariah berlaku di Aceh itu keliru.

Semua petsoalan ini bukan disebabkan penerapan syari’ah di lembaga keuangan di Aceh. Bahkan tidak ada kaitannya. Berbagai persoalan tersebut ada penyebabnya tersendiri. Semua itu persoalan yang ada sebelum diberlakukan qanun LKS tahun 2019 yang efektifnya 2021. Jadi, Jangan mengkambinghitamkan Qanun LKS.

*Kesepuluh:* Tundingan bahwa salah satu penyebabnya persoalan ini karena kurang dukungan dari lembaga-lembaga keuangan nasional saat ini keliru dan mengada-ada.

Di Aceh, lembaga keuangan perbankan dan koperasi tetap berjalan seperti biasa sebelum Qanun LKS diberlakukan. Hanya saja sudah beralih ke sistem syari’ah. Ada Bank Aceh yang merupakan bank lokal yang tersebar di seluruh Aceh. Begitu pula ada bank BSI yang merupakan gabungan bank-bank nasional seperti BRI, BNI, dan Mandiri yang tersebar di seluruh Aceh. Kantornya sama dan tetap beroperasi seperti biasa sebelum berlaku Qanun LKS. Lembaga keuangan perbankan dan koperasi syari’ah di Aceh sangat mendukung perekonomian masyarakat.

Banda Aceh, 29 Oktober 2022
Ttd
*Ustaz. Dr. Muhammad Yusran Hadi, Lc., MA*
Ketua Majelis Intelektual dan Ulama Muda Indonesia (MIUMI) Provinsi Aceh, Wakil Ketua Majelis Pakar Parmusi Provinsi Aceh, Ketua Pimpinan Cabang Muhammadiyah Syah Kuala Banda Aceh, anggota Dewan Pengawas Syari’at (DPS) Koperasi Provinsi Aceh, Dosen Fiqh Muamalah UIN Ar-Raniry, Doktor Fiqh dan Ushul Fiqh pada International Islamic University Malaysia (IIUM).

Related posts

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *