Merdekanusantara.com, Majalengka – Dalam rangka tasyakur peringatan tahun baru Islam 1444 H, Pemdes Ciparay menggelar tausiyah yang disampaikan oleh Prof. Dr. KH. Buya Syakur Yasin, MA. bertempat di Desa Ciparay, Kecamatan Leuwimunding, Kabupaten Majalengka, Selasa malam (09/08/2022).
Acara tasyakuran peringatan tahun baru Islam 1444H ini, merupakan suatu agenda yang bertujuan untuk memberikan penghargaan dan peringatan kepada umat Islam, untuk selalu memperbaiki diri dan membuka lembaran bersih di tahun yang baru. Selain acara tasyakur yang di isi dengan tausiyah, acara tersebut juga sekaligus sebagai peresmian suatu lembaga pendidikan Al-Qur’an di desa Ciparay, guna untuk membangun suatu generasi yang berilmu, berakhlak dan berwawasan tinggi nan luas.
Di Indonesia, pemerintah membuat sebuah program wajib belajar minimal 12 tahun kepada rakyatnya. Padahal sejatinya mencari ilmu itu tidak ada batasannya, bahkan sampai mati sekalipun. Namun, dari program pemerintah tersebut sangatlah bagus sehingga mampu menciptakan suatu generasi yang gemilang. Akantetapi, masih banyak masyarakat di Indonesia bahkan orang Islam malas untuk belajar, bahkan hanya sekedar membaca buku sekalipun.
Dalam tausyiahnya, Prof. Dr. KH. Buya Syakur Yasin, MA., mengatakan, Apa sebabnya orang Islam malas membaca?
Padahal wahyu pertama dari Allah kepada nabi Muhammad ialah surat al-alaq yang berisi tentang membaca. Akan tetapi kenapa masih malas membaca? Mungkin, orang-orang berasumsi bahwa nabi Muhammad juga buta huruf, sehingga masyarakat enggan untuk membaca. Padahal jika dipikir-pikir secara logika, peradaban mulai maju itu ketika nabi Muhammad mulai menyebarkan Islam.
Sehingga, bisa dibilang nabi Muhammad tidak buta huruf, hanya saja istilah buta huruf itu ialah ‘al-ummi’ yang artinya Arab asli/penduduk asli. (Seorang rasul yang di utus Allah untuk membenarkan kebatilan). Akan tetapi istilah ‘al-ummi’ dilihat dari perkembangan zaman mengalami perubahan arti dan makna, sehingga istilah ‘al-ummi’ di zaman yang berbeda memiliki makna dan beranggapan ‘buta huruf’.
“Pendirian lembaga pendidikan Al-Qur’an ini sangatlah bagus, terlebih pendidikan untuk anak usia dini yang baru mengenal huruf walaupun hanya sekedar bisa mengaji dan shalat saja itu sudah luar biasa,” ujar Buya.
Setelah tausiyah yang Buya sampaikan selesai, acara tersebut tidak langsung diakhiri dengan doa serta desakan orang-orang yang berbondong-bondong keluar dari tempat pengajian, melainkan dibukanya dengan sesi tanya jawab, yang di mana pertanyaan-pertanyaannya bebas, tidak hanya sekedar dunia pendidikan saja. Namun, ada salah satu jamaah yaitu seorang babinsa yang bertanya perihal pendidikan.
Babinsa tersebut bertanya “Buya, Apakah bedanya ilmu agama dengan ilmu umum/dunia?” Buyapun menjawab. Sebenarnya ilmu itu tidak ada pembedaan, itu hanya sekedar istilah untuk mempermudah manusia. Sehingga, perbedaan tersebut membuat orang-orang berasumsi bahwa ilmu agama itu ialah ilmu fikih, tajwid, tasawuf, Al-Qur’an, hadist dll., sedangkan ilmu dunia ada ilmu matematika, fisika, sosiologi, biologi dan lainnya.
Padahal jika ilmu matematika, fisika, sosiologi, biologi dll. itu digunakan untuk kepentingan akhirat, maka ilmu tersebut tetap termasuk ilmu agama. sebab, Allah tidak membeda-membedakan suatu ilmu, hanya saja perbedaan tersebut hanya sekedar istilah pengelompokan, karena istilah ilmu ‘agama’ itu datangnya lebih dulu, sedangkan istilah ilmu ‘dunia’ datang ketika zaman sudah berkembang pesat. Sehingga istilah perbedaan itu guna untuk mempermudah manusia di zamannya. (Yan)