Oleh: Dr. Muhammad Yusran Hadi, Lc., MA
Di antara amal shalih yang sangat dianjurkan pada sepuluh hari awal Dzulhijjah yaitu puasa pada sembilan hari awal Zhulhijjah yaitu mulai dari hari pertama sampai hari ke sembilan Zhulhijjah atau berpuasa pada sebahagian dari hari-hari tersebut.
Namun, puasa yang paling utama di antara hari-hari sembilan awal Dzulhijjah ini adalah puasa pada hari ke sembilan Dzulhijjah yaitu hari ‘Arafah bagi orang yang tidak berhaji di Arafah, karena keutamaan hari ini.
Di antara dalil-dalil yang menunjukkan keutamaan hari ‘Arafah yaitu:
Dari Aisyah radhiyallahu ‘anha, ia berkata, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Tidak ada hari yang paling banyak dibebaskan oleh Allah ta’ala seorang hamba dari api neraka dari hari ‘Arafah.” (HR. Muslim).
Dari Jabir radhiyallahu ‘anhu, dari Nabi shallahu ‘alahi wasalam bersabda, “Hari yang paling utama adalah hari ‘Arafah.” (HR. Abu ‘Awanah dan Ibnu Hibban).
Dari Jabir radhilyallahu ‘anhu, dari Nabi shallahu ‘alahi wasalam bersabda, “Dan tidak ada satupun yang lebih utama dari hari ‘Arafah.” (HR. Abu Musa Al-Madini).
*Hukum Puasa Arafah*
Disunnatkan puasa hari ‘Arafah bagi orang yang tidak berhaji di ‘Arafah berdasarkan hadits-hadits yang shahih, yaitu:
Dari Abu Qatadah radhiyallahu ‘anhu, ia berkata: “Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Berpuasa pada hari ‘Arafah, aku mengharapkan kepada Allah untuk menghapus dosa-dosa setahun sebelum dan sesudahnya”. (HR. Muslim dan At-Tirmizi).
Dari Abu Qatadah radhiyallahu ‘anhu, ia berkata: “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Puasa hari ‘Arafah menghapus dua tahun yaitu (setahun) yang lalu dan (setahun) yang akan datang. Puasa ‘Asyura menghapus setahun yang lalu.” (HR. Al-Jama’ah kecuali Al-Bukhari dan At-Tirmizi).
Adapun bagi orang yang berhaji di ‘Arafah, dilarang (makruh) berpuasa pada hari ini berdasarkan hadits-hadits shahih, di antaranya yaitu:
Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, bahwa Nabi saw melarang puasa hari ‘Arafah di ‘Arafah. (HR. Ahmad, Abu Daud dan Ibnu Majah, HR. Ibnu Khuzaimah dan Al-Hakim, dan dishahihkan oleh keduanya).
Orang yang berhaji di ‘Arafah disunnatkan untuk tidak berpuasa berdasarkan hadits-hadits shahih, di antaranya yaitu:
Dari ummul Fadhl radhiyallah ‘anha, ia berkata, “Orang-orang ragu pada puasa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pada hari ‘Arafah, maka ia mengirim susu kepada Rasulullah, maka beliau minum, sedangkan beliau dalam keadaan berkhutbah di ‘Arafah.” (Muttafaqun ‘alaih).
Dari Ibnu Abbas, bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak puasa di ‘Arafah, dan ummu Fadhal mengirim kepadanya susu, maka beliau minum. (HR. At-Tirmizi).
Dari Ibnu Umar radhiyallahu ‘anhuma, ia berkata: “Aku berhaji bersama Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam namun beliau tidak berpuasa yakni hari ‘Arafah, bersama Abu Bakar namun beliau tidak berpuasa, bersama Umar, namun beliau tidak berpuasa, bersama Usman namun beliau tidak berpuasa.” (HR. At-Tirmizi).
Dalam riwayat lain dari Ibnu Umar radhiyallahu ‘anhuma ada tambahan, “Aku tidak berpuasa hari ‘Arafah, aku tidak memerintahkannya dan aku tidak melarangnya.”. (HR. At-Tirmizi).
Dari Uqbah bin ‘Amir radhiyallahu “anhu ia berkata, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Hari ‘Arafah, hari Nahr, dan hari-hari Tasyriq adalah hari raya kita orang-orang Islam yaitu hari makan dan minum.” (HR. Al-Khamsah kecuali Ibnu Majah, dan dishahihkan oleh At-Tirmizi).
Berdasarkan hadits-hadits di atas, maka hukum berpuasa bagi orang yang berhaji di Arafah adalah makruh. Inilah pendapat jumhur ulama, di antara mereka yaitu imam Malik, Asy-Syafi’i, Ahmad, dan lainnya. (Taudhihul Ahkam min Bulughil Maram: 530).
Yang paling utama bagi orang yang berhaji untuk tidak berpuasa pada hari ‘Arafah mengikuti Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dan para khalifahnya (Abu Bakar, Umar, dan Usman), karena padanya penguatan untuk berdoa dan zikir pada saat wukuf. Inilah pendapat jumhur ulama. (Al-Majmu’: 6/380, At-Tamhid: 21/158, dan Syarhu ‘Umdah Ahkam karangan Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah,
Imam At-Tirmizi menulis judul bab dengan “Bab Apa Yang Datang Dalam Keutamaan Puasa ‘Arafah” dengan meriwayatkan hadits di atas pada bab ini. Lalu ia berkomentar, “Para ulama menganjurkan puasa hari Arafah kecuali bagi orang yang berhaji di ‘Arafah.” (Sunan At-Tirmizi: 170).
Selanjutnya beliau menulis judul bab dengan “Bab Makruhnya Berpuasa hari ‘Arafah di ‘Arafah” dan meriwayatkan hadits hadits Ibnu Abbas dan hadits Ibnu Umar radhiyallahu anhum di atas.
Kemudian Imam At-Tirmizi berkata, ‘Inilah yang diamalkan oleh kebanyakan para ulama, mereka menganjurkan tidak berpuasa di ‘Arafah, agar seseorang kuat untuk berdoa. Sebahagian ulama berpuasa hari ‘Arafah di ‘Arafah.
Imam Ibnu Hajar Al-Asqalani berkata, “Diriwayatkan dari Ibnu Az-Zubair, Usamah bin Zaid, dan Aisyah bahwa mereka berpuasa ‘Arafah. Hal itu mengherankan Al-Hasan, dan ia menceritakkan dari Usman. Dan riwayatkan dari Qatadah mazhab lain. Ia berkata, “Tidak masalah jika tidak melemahkan (dirinya) dari berdoa. Al-Baihaqi menukilkannya di “Al-Ma’rifah” dari Asy-Syafi’i dalam qaul qadim, dan dipilih oleh Al-Khatthabi dan Al-Muwalli dari Syafiyyah. Mayoritas ulama betkata, “dianjurkan untuk tidak berpuasa, sehingga ‘Atha’ berkata, “Barangsiapa yang tidak berpuasa agar kuat untuk berzikir, maka ia,l mendapatkan pahala orang yang berpuasa.”
Ath-Thabari berkata, “Sesungguhnya Rasulullah shallahu ‘alaihi wa salam tidak berpuasa di ‘Arafah untuk menunjukkan bolehnya memilih bagi orang berhaji di Mekkah agar tidak melemahkan (dirinya) dari berdoa, karena berzikir itu diperintahkan di ‘Arafah.”
Ada yang berpendapat, “Sesungguhnya dimakruhkan puasa ‘Arafah karena ia adalah hari Raya orang-orang yang berwukuf karena mereka berkumpul padanya. Hal ini didukung oleh riwayat Ashhabus Sunan (para penulis kitab Sunan) dari Uqbah bin ‘Amir, dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Hari ‘Arafah dan hari Nahr dan hari-hari Mina adalah Hari Raya kami orang-orang Islam.” (Fathul Bari: 4/302).
Al-Mubarakfuri berkata, “Pendapat jumhur ulama bahwa dianjurkan tidak berpuasa hari ‘Arafah di ‘Arafah adalah pendapat yang kuat. Dalilnya adalah hadits Abu Hurairah, bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang puasa ‘Arafah di Arafah. Hadits ini dishahihkan oleh Ibnu Khuzaimah dan Al-Hakim sebagaimana dikatakan oleh Al-Hafizh Ibnu Hajar dalam kitabnya Fathul Bari. Dan sebahagian salaf mengambil zhahirnya. Maka datang dari Yahya bin Sa’id Al-Anshari, ia berkata: wajib tidak berpuasa hari ‘Arafah bagi orang yang berhaji. Wallahu ta’ala a’lam.” (Tuhfatul Ahwazi: 3/520).
*Keutamaan Puasa Hari ‘Arafah*
Adapun keutamaan puasa ‘Arafah adalah menghapus dosa dua tahun sekaligus yaitu setahun yang lalu dan setahun yang akan datang, berdasarkan hadits-hadits shahih yaitu:
Dari Abu Qatadah radhiyallahu ‘anhu, ia berkata: “Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Berpuasa pada hari ‘Arafah, aku mengharapkan kepada Allah untuk menghapus dosa-dosa setahun sebelum dan sesudahnya”. (HR. Muslim dan At-Tirmizi).
Dari Abu Qatadah radhiyallahu ‘anhu, ia berkata: “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Puasa hari ‘Arafah menghapus dua tahun yaitu (setahun) yang lalu dan (setahun) yang akan datang. Puasa ‘Asyura menghapus setahun yang lalu.” (HR. Al-Jama’ah kecuali Al-Bukhari dan At-Tirmizi).
Syaikh Abdullah bin Abdurrahman Al-Bassam berkata, “Zhahir hadits ini bahwa puasa hari ‘Arafah menghapus dosa-dosa kecil dan besar. Ini pendapat sebahagian ulama. Adapun jumhur ulama berkata, “Sesungguhnya puasa hari ‘Arafah tidak lebih utama dari shalat lima waktu. Telah datang hadits Abu Hurairah di dalam Shahih Muslim, bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Shalat lima waktu dan Jum’at ke Jum’at (berikutnya) menghapus dosa-dosa di antara waktu-waktu tersebut selama tidak dikerjakan dosa-dosa besar.” (Taudhihul Ahkam Min Bulughil Maram: 530).
Imam An-Nawawi berkata, “Yang dimaksud dengan dosa-dosa yang dihapus oleh puasa adalah dosa-dosa kecil. Maka jika tidak ada dosa-dosa kecil, diharapkan dapat mengurangi dosa-dosa besar. Jika tidak ada, ditinggikan derajat-derajat untuknya.” (Taudhihul Ahkam min Bulughil Maram: 530).
Imam Al-Haramain berkata, “Setiap apa dimaksud dalam hadits-hadits berupa menghapus dosa-dosa adalah menurut saya dimaknai dengan dosa-dosa kecil, bukan dosa-dosa besar. (Taudhihul Ahkam min Bulughil Maram: 530).
Yang dimaksud dengan menghapus dosa selama dua tahun itu bisa dengan diampuni dosa baginya selama dua tahun (jika dijauhi dosa-dosa besar), atau Allah menjaganya dari dosa pada dua tahun ini, maka ia tidak berbuat maksiat pada kedua tahun ini. (Al-Majmu’: 6/381)
Demikianlah penjelasan para ulama mengenai hukum puasa hari ‘Arafah dan keutamaannya. Semoga menambah ilmu kita dan memberi motivasi dan semangat kepada kita untuk mengamalkannya.
*Penulis* adalah Ketua Majelis Intelektual dan Ulama Muda Indonesia (MIUMI) Aceh, Wakil Ketua Majelis Pakar Parmusi Aceh, Ketua PC Muhammadiyah Syah Kuala Banda Aceh, anggota Ikatan Ulama dan Da’i Asia Tenggara, Dosen Fiqh dan Ushul Fiqh Pascasarjana UIN Ar-Raniry, Doktor Fiqh dan Ushul Fiqh pada International Islamic University Malaysia (IIUM)