Bahaya Meninggalkan Amar Ma’ruf dan Nahi Munkar

 

Oleh: Dr. Muhammad Yusran Hadi, Lc., MA

Selama ini begitu banyak bencana atau musibah yang terjadi di negara kita ini. Bencana menimpa bangsa kita silih berganti bagaikan siang dan malam. Mulai dari bencana banjir, longsor, gunung meletus, kebakaran, gempa bahkan sampai bencana paling dahsyat yaitu Tsunami. Ini semua akibat perbuatan maksiat manusia yang dibiarkan tanpa ada usaha untuk mencegah dan melarangnya sehingga maksiat ini menjadi merajalela.

Menurut ajaran Islam, bencana terjadi akibat perbuatan maksiat kepada Allah subhanahu wa ta’ala. Kemaksiatan merupakan penyebab utama terjadinya bencana sebagaimana ditegaskan dalam Al-Qur’an dan As-Sunnah.

Allah subhanahu wa ta’ala berfirman, “Dan tidaklah Kami membinasakan suatu negeri kecuali penduduknya melakukan kezaliman.” (QS. Al-Qashash: 59).

Allah subhanahu wa ta’ala juga berfirman, “Dan sekiranya penduduk negeri beriman dan bertakwa, pasti Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi ternyata mereka mendustakan (ayat-ayat Kami), maka Kami siksa mereka sesuai dengan apa yang telah mereka kerjakan.” (Al-A’raf: 96).

Allah subhanahu wa ta’ala juga berfirman, “Lalu mereka ditimpa (bencana) dari akibat buruk apa yang mereka perbuat. Dan orang-orang yang zalim di antara mereka juga akan ditimpa (bencana) dari akibat buruk apa yang mereka kerjakan dan mereka tidak dapat melepaskan diri.” (Az-Zumar: 51).

Allah subhanahu wa ta’ala juga berfirman, “Dan (penduduk) negeri itu telah Kami binasakan ketika mereka berbuat zalim, dan telah Kami tetapkan waktu tertentu bagi kebinasaan mereka.” (Al-Kahfi: 59).

Allah subhanahu wa ta’ala juga berfirman, “Dan jika Kami hendak membinasakan suatu negeri, maka Kami perintahkan kepada orang yang hidup mewah di negeri itu (agar menaati Allah), tetapi bila mereka melakukan kedurhakaan di dalam (negeri) itu, maka sepantasnya berlakulah terhadapnya perkataan (hukuman Kami), kemudian Kami binasakan sama sekali (negeri itu). (Al-Isra’: 16).

Allah subhanahu wa ta’ala juga berfirman, “Lalu mereka ditimpa (bencana) dari akibat buruk apa yang mereka perbuat. Dan orang-orang yang zalim di antara mereka juga akan ditimpa (bencana) dari akibat buruk apa yang mereka kerjakan dan mereka tidak dapat melepaskan diri”. (Az-Zumar: 51).

Alllah subhanahu wa ta’ala juga berfirman, “Kemudian Kami binasakan mereka karena dosa-dosa mereka sendiri, dan Kami ciptakan generasi yang lain setelah generasi mereka.” (Al-An’am: 6)

Rasulullah shallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Jika manusia mengetahui kezaliman dan tidak memberantasnya, maka Allah akan menimpakan azab kepada mereka.” (HR. Abu Daud).

Rasulullah shallahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda, “Jika suatu kaum mengetahui kemaksiatan, tapi mereka tidak memberantasnya, padahal mereka mampu melakukannya, maka Allah akan menimpakan azab kepada mereka sebelum mereka meninggal.” (HR. Abu Daud).

Berdasarkan ayat-ayat Al-Qur’an dan hadits-hadits Nabi shallahu ‘alaihi wa sallam di atas, maka jelaslah bahwa penyebab utama terjadi bencana adalah perbuatan maksiat. Inilah pandangan dan ajaran Islam mengenai penyebab utama terjadinya suatu bencana. Maka ajaran ini menjadi aqidah bagi seorang muslim.

Allah subhanahu wa ta’ala menimpakan berbagai bencana tersebut agar kita sadar terhadap tujuan hidup kita yaitu beribadah kepada-Nya, menegur kita agar tidak serakah dalam mengambil kekayaan alam, mengingatkan kita untuk bersyukur atas nikmat yang Allah berikan, dan memberi peringatan atas maksiat yang kita lakukan agar kita bertaubat dan kembali ke jalan yang lurus, serta memberikan azab sebagai balasan atas maksiat yang dilakukan oleh para pelaku maksiat.

Di antara bentuk kemaksiatan (kemungkaran) adalah kelalaian manusia terhadap kewajiban kepada Allah subhanahu wa ta’ala. Kita disibukkan dengan berbagai kesenangan dan kenikmatan dunia. Kita berlomba-lomba mengejar harta, pangkat, jabatan sehingga melupakan dan meninggalkan kewajiban-kewajiban agama seperti shalat lima waktu, shalat berjama’ah bagi laki-laki, puasa, membaca al-Quran, berdoa, berzikir, membayar zakat, syukur nikmat dan sebagainya. Kesenangan dan kenikmatan dunia telah melalaikan kita dari kewajiban kita kepada Allah subhanahu wa ta’ala.

Di samping itu, praktek syirik, khurafat, tahayul dan ajaran sesat yang bertentangan dengan tauhid dan aqidah Islam tumbuh subur dan berkembang. Begitu pula praktek bid’ah dalam ibadah menjadi tradisi yang dilegalkan dalam kehidupan sehari-hari. Berbagai kriminal (jinayat) seperti pembunuhan, penganiaan, perzinaan, pemerkosaan, pencurian, korupsi, minum-minuman keras dan sebagainya banyak terjadi di mana-mana. Krisis moral (akhlak) berupa perkataan dan perbuatan haram seperti menipu, korupsi, ghibah, mencaci, menghina, menfitnah, mencuru, berzina, pacaran (khlawat), berjudi dan sebagainya merajalela dalam masyarakat. Berbagai maksiat tersebut terjadi tanpa ada upaya kita untuk mencegah dan melarangnya. Dengan kata, meninggalkan kewajiban nahi mungkar (mencegah kemunkaran).

Setiap muslim wajib melaksanakan amar ma’ruf (menyeru berbuat kebaikan) dan nahi munkar sesuai kemampuannya. Allah subhanahu wa ta’ala berfirman, “Dan hendaklah di antara kamu ada segolongan orang yang menyeru kepada kebaikan, menyeru (berbuat) yang ma’ruf, dan mencegah daripada yang munkar. Dan mereka itulah orang-orang yang beruntung.” (QS. Ali Imran: 104).

Al-Imam Al-Hafiz Ibnu Katsir rahimahullah dalam kitab tafsirnya “Tafsir Ibnu Katsir memberi komentar mengenai ayat ini, “Maksud ayat ini adalah, harus ada sekelompok dari umat ini yang melakukan tugas dakwah, meskipun sebenarnya dakwah itu merupakan kewajiban bagi setiap individu sesuai dengan kemampuannya.” (Tafsir Ibnu Katsir: 1/361)

Rasulullah shallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Barangsiapa di antara kalian melihat kemunkaran, maka ubahlah dengan tangannya. Jika tidak sanggup, (maka ubahlah) dengan lisannya. Jika tidak sanggup, (maka ubahlah) dengan hatinya. Yang demikian itu selemah-lemah iman.” (HR. Muslim). Hadits ini menjelaskan bahwa setiap muslim wajib mencegah kemunkaran sesuai dengan kemampuan masing-masing, baik dengan tangan, lisan ataupun hatinya.

Rasulullah shallahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda, “Demi jiwaku dalam genggaman Allah, kalian benar-benar mau melaksanakan amar ma’ruf dan nahi munkar atau (kalau tidak) Allah akan menimpakan kepada kalian siksa dari-Nya, lalu kalian memohon doa kepada Allah maka Dia tidak akan menerimanya.” (HR. At-Tirmizi dan Ibnu Majah).

Berdasarkan Al-Quran dan Hadits di atas, maka para ulama sepakat mengatakan bahwa melaksanakan amar ma’ruf dan nahi nunkar hukumnya wajib kifayah sesuai kemampuannya. Meskipun demikian, kewajiban ini bisa menjadi wajib a’in bila tidak ada orang yang melaksanakannya di suatu masyarakat atau kampung. Maknanya, setiap individu berdosa jika dia melihat kemunkaran, namun tidak mencegah atau melarangnya.

Setiap muslim wajib mencegah kemunkaran sesuai dengan kemampuannya masing-masing, baik dengan tangan, lisan maupun hatinya, sebagaimana disebutkan dalam hadits Nabi shallahu ‘alaihi wa sallam diatas. Seorang pemimpin wajib mencegah kemunkaran dengan kekuasaannya. Seorang ulama, cendekiawan, ustaz dan da’i wajib mencegah kemunkaran lewat khutbah, ceramah dan pengajian serta pengajaran. Begitu pula lewat tulisan, baik berupa artikel dan maupun buku. Bila tidak mampu mencegah kemunkaran dengan dengan tangan dan lisan, maka kewajibannya adalah mencegah kemunkaran dengan hatinya yaitu membencinya. Mencegah kemungkaran dengan hati adalah upaya yang paling minimal. Inilah tingkatan paling rendah dari iman seseorang sebagaimana disebut dalam hadits diatas.

Mengabaikan kewajiban amar ma’ruf dan nahi munkar sama saja mengundang bencana atau azab Allah subhanahu wa ta’ala. Jika kita hanya berdiam diri menyaksikan kemunkaran di sekitar kita, tanpa ada upaya pencegahan sesuai dengan kemampuan kita, maka Allah subhanahu wa ta’ala akan menimpakan bencana atau azab-Nya kepada kita di dunia maupun di akhirat. Begitu pula mentolerir kemunkaran bagi yang mampu kita menghentikannya berarti meridhai dan melegalkan kemunkaran tersebut. Hukumnya sama dengan pelaku maksiat.

Jika kemunkaran itu telah merajalela dan tidak ada orang yang melakukan kewajiban amar ma’ruf dan nahi munkar, maka Allah subhanahu wa ta’ala akan menimpakan bencana dan azab-Nya kepada penduduk negeri yang banyak berbuat maksiat. Karena, penyebab utama turunnya azab Allah subhanahu wa ta’ala adalah kemaksiatan yang merajalela sebagaimana disebutkan dalam ayat-ayat Al-Qur’an tersebut di atas.

Dari Abu Bakar radhiyallahu anhu, ia berkata, Rasulullah shallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Jika manusia mengetahui kezaliman dan tidak memberantasnya, maka Allah akan menimpakan azab kepada mereka.” (HR. Abu Daud).

Dari Jarir radhiyallahu anhu, ia berkata, Rasulullah shallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Jika suatu kaum mengetahui kemaksiatan, tapi mereka tidak memberantasnya, padahal mereka mampu melakukannya, maka Allah akan menimpakan azab kepada mereka sebelum mereka meninggal.” (HR. Abu Daud)

Ali bin Abi Thalib radhiyallahu ‘anhu , “Tidaklah musibah tersebut turun melainkan karena dosa. Oleh karena itu, tidaklah bisa musibah tersebut hilang melainkan dengan taubat.” (Al Jawabul Kaafi, hal. 87)

Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhuma berkata: “Allah subhanahu wa ta’ala menyuruh kaum mukminin untuk tidak melegalkan kemunkaran yang terjadi pada mereka. Jika tidak, Allah akan menimpakan azab secara menyeluruh kepada mereka”. (Tafsir Ibnu Katsir: 4/23)

Bencana atau azab itu datang tidak hanya menimpa para pelaku maksiat saja, namun juga menimpa orang-orang yang shalih dalam suatu negeri tersebut. Allah subhanahu wa ta’ala berfirman: “Dan Takutlah kamu sekalian akan siksa yang tidak hanya menimpa orang-orang zhalim saja.” (QS. Al-Anfal: 25).

Al-Imam Al-Hafizh Ibnu Katsir menjelaskan ayat ini, “Allah memperingatkan hamba-hamba-Nya dari kaum mukminin cobaan dan ujian yang menimpa orang pelaku keburukan dan orang lainnya yang tidak keburukan, tidak mengkhususkannya terhadap pelaku maksiat, namun menimpakannya secara umum baik pelaku maksiat maupun bukan, karena cobaan itu tidak bisa ditolak dan diangkat (dari orang semua orang).” (Tafsir Ibnu Katsir: 4/23).

Beliau menukilkan perkataan Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhuma mengenai ayat, “Allah subhanahu wa ta’ala menyuruh kaum mukminin untuk tidak melegalkan kemunkaran yang terjadi pada mereka. Jika tidak, Allah akan menimpakan azab secara menyeluruh kepada mereka. Ini tafsir yang baik sekali”. (Tafsir Ibnu Katsir: 4/23)

Zainab Ummul Mukminin radhiyallahu ‘anha pernah bertanya kepada Rasulullah, “Wahai Rasulullah, apakah kita akan dibinasakan, sedangkan orang-orang shalih di tengah-tengah kita? Rasulullah saw bersabda, “Ya, jika kejahatan merajalela. (HR. Muslim).

Rasulullah shallahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda, “Sesungguhnya manusia jika melihat kemunkaran tapi tidak menghentikannya, maka Allah akan menimpakan hukuman kepada mereka secara menyeluruh.” (HR. Tirmizi).

Sebagai penutup, marilah kita melaksanakan kewajiban amar ma’ruf dan nahi mungkar sesuai dengan kemampuan kita masing-masing. Semoga kita bisa mengambil pelajaran berbagai bencana yang terjadi negara kita dengan berkomitmen meninggalkan maksiat dan melakukan kewajiban-kewajiban syariat, khususnya kewajiban amar ma’ruf dan nahi munkar, agar kita dijauhkan dan dilindungi oleh Allah subhanahu wa ta’ala dari bencana. Amin..!

*Penulis* adalah Doktor Fiqh dan Ushul Fiqh Pada International Islamic University Malaysia (IIUM), Dosen Fiqh dan Ushul Fiqh Pada Fakultas Syari’ah dan Hukum UIN Ar-Raniry, Ketua Majelis Intelektual dan Ulama Muda Indonesia (MIUMI) Provinsi Aceh, Ketua PC Muhammadiyah Syah Kuala Banda Aceh, dan Anggota Ikatan Ulama dan Da’i Asia Tenggara.

Related posts

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *