Kewajiban Mencegah Kemungkaran

Oleh: Dr. Muhammad Yusran Hadi, Lc., MA

Di antara bentuk kemungkaran (kemaksiatan) adalah kelalaian manusia terhadap kewajiban kepada Allah subhanahu wa’ ta’ala. Kita disibukkan dengan berbagai kesenangan dan kenikmatan dunia. Kita berlomba-lomba mengejar harta, pangkat, jabatan sehingga melupakan dan meninggalkan kewajiban-kewajiban agama seperti shalat lima waktu, shalat berjama’ah bagi laki-laki, puasa, membaca al-Quran, berdoa, berzikir, membayar zakat, syukur nikmat dan sebagainya. Kesenangan dan kenikmatan dunia telah membuat kita lalai dari kewajiban kita kepada Allah subhanahu wa’ ta’ala..

Disamping itu, praktek syirik, khurafat, tahayul dan ajaran sesat yang bertentangan dengan tauhid dan aqidah Islam tumbuh subur dan berkembang. Begitu pula praktek bid’ah dalam ibadah menjadi tradisi yang dilegalkan dalam kehidupan sehari-hari. Berbagai kriminal (jinayat) seperti pembunuhan, penganiaan, perzinaan, pemerkosaan, pencurian, korupsi, minum-minuman keras dan sebagainya banyak terjadi di mana-mana. Krisis moral (akhlak) berupa perkataan dan perbuatan haram seperti menipu, korupsi, ghibah, mencaci, menghina, menfitnah, mencuru, berzina, pacaran (khlawat), berjudi dan sebagainya merajalela dalam masyarakat. Berbagai maksiat tersebut terjadi tanpa ada upaya dari kita untuk mencegah dan melarangnya.

Setiap muslim wajib melaksanakan amar ma’ruf (menyeru kepada kebaikan) dan nahi munkar (mencegah kemungkaran) sesuai kemampuannya. Allah subhanahu wa’ ta’ala berfirman, “Dan hendaklah di antara kamu ada segolongan orang yang menyeru kepada kebaikan, menyeru (berbuat) yang ma’ruf, dan mencegah daripada yang munkar. Dan mereka itulah orang-orang yang beruntung.” (Ali Imran: 104).

Al-Imam Al-Hafiz Ibnu Katsir rahimahullah dalam tafsirnya berkata, “Maksud ayat ini adalah, harus ada sekelompok dari umat ini yang melakukan tugas dakwah, meskipun sebenarnya dakwah itu merupakan kewajiban bagi setiap individu sesuai dengan kemampuannya.” (Tafsir Ibnu Katsir: 1/361).

Rasulullah shallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Barangsiapa di antara kalian melihat kemunkaran, maka ubahlah dengan tangannya. Jika tidak sanggup, maka ubah dengan lisan. Jika tidak sanggup, maka dengan hati. Yang demikian itu selemah-lemah iman.” (HR. Muslim). Hadits ini menunjukkam bahwa mencegah kemunkaran meruaakan kewajiban bagi setiap muslim sesuai dengan kemampuan masing-masing, baik dengan tangan, lisan ataupun hatinya. (HR. Muslim).

Rasulullah shallahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda, “Demi jiwaku dalam genggaman Allah, kalian benar-benar mau melaksanakan amar ma’ruf dan nahi munkar atau (kalau tidak) Allah akan menimpakan kepada kalian siksa dari-Nya, lalu kalian memohon doa kepada Allah maka Dia tidak akan menerimanya.” (HR. At-Tirmizi dan Ibnu Majah).”

Berdasarkan ayat dan hadits-hadits di atas, maka para ulama sepakat mengatakan bahwa melaksanakan amar ma’ruf dan nahi munkar hukumnya wajib kifayah sesuai kemampuannya. Meskipun demikian, kewajiban ini bisa menjadi wajib a’in bila tidak ada orang yang melaksanakannya di suatu kampung atau daerah. Maknanya, setiap individu berdosa jika dia melihat kemunkaran, namun tidak mencegah atau melarangnya.

Setiap muslim wajib mencegah maksiat sesuai dengan kemampuannya. Seorang pemimpin wajib mencegahnya dengan tangannya yakni kekuasaannya. Seorang ulama, cendekiawan, ustaz dan da’i wajib mencegahnya dengan lisannya lewat khutbah, ceramah, pengajian dan pengajaran. Begitu pula lewat tulisan. Adapun orang yang tidak mampu mencegahnya dengan tangan maupun lisan seperti orang awam, maka wajib mencegah kemungkaran dengan hatinya yakni membencinya. Inilah tingkatan paling rendah iman seorang muslim.

Mengabaikan kewajiban amar ma’ruf dan nahi munkar dapat mengundang bencana atau azab Allah subhanahu wa’ ta’ala. Karena meninggalkan kewajiban amal ma’ruf dan nahi munkar termasuk perbuatan maksiat.

Jika kita hanya berdiam diri menyaksikan kemunkaran di sekitar kita, tanpa ada upaya pencegahan sesuai dengan kemampuan kita, maka maksiat menjadi merajalela. Jika maksiat telah merajalela dan tidak ada orang yang melakukan kewajiban amar ma’ruf dan nahi munkar di suatu kampung atau daerah, maka Allah ta’ala akan menimpakan bencana dan azab-Nya kepada semua penduduknya

Rasulullah shallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Jika manusia mengetahui kezaliman dan tidak memberantasnya, maka Allah akan menimpakan azab kepada mereka.” (HR. Abu Daud).

Rasulullah shallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Jika suatu kaum mengetahui kemaksiatan, tapi mereka tidak memberantasnya, padahal mereka mampu melakukannya, maka Allah akan menimpakan azab kepada mereka sebelum mereka meninggal.” (HR. Abu Daud).

Ali bin Abi Thalib radhiyallahu ‘anhu, “Tidaklah musibah tersebut turun melainkan karena dosa. Oleh karena itu, tidaklah bisa musibah tersebut hilang melainkan dengan taubat.” (Al-Jawabul Kaafi, hal. 87)

Bencana atau azab itu datang tidak hanya menimpa para pelaku maksiat saja, namun juga menimpa orang-orang yang tidak melakukan maksiat yaitu orang-orang shalih, anak-anak, wanita dan orang tua.

Allah subhanahu wa’ ta’ala berfirman, “Dan peliharalah dirimu dari siksaan yang tidak hanya menimpa orang-orang zhalim saja di antara kamu. Ketahuilah bahwa Allah sangat keras siksa-Nya.” (Al-Anfal: 25).

Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhuma memberi komentar mengenai ayat ini. Ia berkata, “Allah ta’ala menyuruh kaum mukminin untuk tidak melegalkan kemunkaran yang terjadi pada mereka. Jika tidak, Dia akan menimpakan azab secara menyeluruh kepada mereka”.

“Zainab Ummul Mukminin radhiyallahu ‘anha pernah bertanya kepada Rasulullah shallahu ‘alaihi wa sallam, “Wahai Rasulullah, apakah kita akan dibinasakan, sedangkan orang-orang shalih di tengah-tengah kita? Rasulullah shallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Iya, jika kejahatan merajalela. (HR. Muslim).

“Rasulullah shallahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda, “Sesungguhnya manusia jika melihat kemunkaran tapi tidak menghentikannya, maka Allah ta’ala akan menimpakan hukuman kepada mereka secara menyeluruh.” (HR. Tirmizi).”

Rasulullah shallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Sesungguhnya Allah tidak mengazab manusia secara umum hanya karena perbuatan maksiat dari orang-orang tertentu, kecuali mereka semua mengetahui kemaksiatan itu, namun tidak mau memberantasnya. Padahal sebenarnya mereka mampu. Jika mereka melakukan seperti ini maka Allah akan mengazab semuanya, yang tidak melakukan dan yang melakukan. (HR. Abu Daud).

Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhuma berkata: “Allah ta’ala menyuruh kaum mukminin untuk tidak melegalkan kemunkaran yang terjadi pada mereka. Jika tidak, maka Allah akan menimpakan azab secara menyeluruh kepada mereka”.

Berdasarkan penjelasan Al-Qur’an dan As-Sunnah di atas, maka kita dapat menyimpulkan bahwa penyebab utama bencana adalah kemasiatan yang merajalela. Kemaksitan menjadi merajalela karena ditinggalkan kewajiban amar ma’ruf dam nahi mungkar. Dengan demikian, bencana dan maksiat sangat berkaitan erat. Inilah ajaran dan aqidah Islam yang wajib diyakini oleh seorang muslim.

Semoga kita bisa mengambil pelajaran dari berbagai bencana alam yang menimpa bangsa kita selama ini dengan bertaubat dan berkomitmen mengamalkan syariat dengan meninggalkan segala maksiat dan melaksanakan segala kewajiban kepada Allah subhanahu wa’ ta’ala termasuk kewajiban melaksanakan amar ma’ruf dan nahi munkar. Dan semoga kita dijauhkan oleh Allah subhanahu wa’ ta’ala dari bencana dan azab-Nya. Amin…!

*Penulis* adalah Doktor Fiqh dan Ushul Fiqh Pada International Islamic University Malaysia (IIUM), Dosen Fiqh dan Ushul Fiqh Pada Fakultas Syari’ah dan Hukum UIN Ar-Raniry, Ketua Majelis Intelektual dan Ulama Muda Indonesia (MIUMI) Provinsi Aceh, Ketua PC Muhammadiyah Syah Kuala Banda Aceh, dan Anggota Ikatan Ulama dan Da’i Asia Tenggara.

Related posts

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *