Urgensi Mengamalkan As-Sunnah

 

Oleh: Dr. Muhammad Yusran Hadi, Lc., MA

As-Sunnah adalah segala perkataan, perbuatan, dan iqrar (ketetapan dan persetujuan) Nabi shallahu ‘alaihi wa salam. As-Sunnah itu bisa berupa suatu amalan wajib dan bisa juga berupa amalan sunnat. Adapun amalan wajib seperti shalat lima waktu, puasa Ramadhan, membayar zakat, berhaji ke Baitullah, membaca Al-Qur’an, berbuat baik, jujur, amanah, berbaik sangka, dan sebagainya.

Sedangkan amalan sunnat seperti shalat-shalat sunnat, puasa-puasa sunnat, sedekah, membantu orang lain, dan sebagainya. Maka mengamalkan As-Sunnah mendapat pahala, apalagi suatu kewajiban, tentu pahalanya sangat besar.

Al-Qur’an dan As-Sunnah merupakan petunjuk dan pedoman hidup seorang muslim dalam segala aspek kehidupannya, baik agama, sosial, politik, ekonomi, negara, pemerintahan, pendidikan, etika/moral, dan sebagainya.

Oleh karena itu, mengamalkan As-Sunnah itu merupakan kewajiban bagi setiap muslim, sebagaimana mengamalkan Al-Qur’an. Karena As-Sunnah juga merupakan wahyu Allah ta’ala sebagaimana Allah ta’ala menegaskannya dalam Al-Qur’an surat An-Najm ayat 3-4. Selain itu, banyak ayat-ayat Al-Qur’an dan hadits-hadits yang memerintahkan setiap muslim untuk mengikuti Nabi shallahu ‘alaihi wasalam (As-Sunnah).

Dengan mengamalkan Al-Qur’an dan As-Sunnah, maka seseorang akan mendapat kebahagiaan dan keselamatan di dunia dan di akhirat. Sebab, Al-Qur’an dan As-Sunnah telah menjelaskan cara mendapat kebahagiaan dan keselamatan tersebut. Rasulullah shallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Aku tinggalkan kepada kalian dua hal yang jika kalian berpegang teguh kepada keduanya maka kalian tidak tersesat selama-lamanya, yaitu Kitabullah (Al-Qur’an) dan Sunnah Rasul-Nya.” (HR. Malik).

Al-Qur’an dan As-Sunnah tidak bisa dipisahkan. Bagaikan dua sisi mata uang yang tidak bisa dipisahkan. Keduanya merupakan satu paket. Saling menjelaskan dan menguatkan. Tanpa As-Sunnah, maka Al-Qur’an tidak bisa dipahami dan diamalkan dengan benar.

Mengamalkan Al-Qur’an saja tanpa As-Sunnah itu sesat dan menyesatkan. Inilah paham Inkarus Sunnah yaitu paham yang mengingkari As-Sunnah. Paham ini dinamakan pula dengan paham Al-Qur’aniyyun yaitu suatu paham yang meyakini kewajiban mengamalkan Al-Qur’an saja tanpa As-Sunnah. Ini paham sesat dan menyesatkan yang wajib ditolak.

Al-Qur’an menjelaskan hukum-hukum yang masih bersifat umum dan global. Terkadang maknanya masih samar (belum jelas) yang perlu penafsiran (penjelasan). Maka fungsi As-Sunnah adalah menjelaskan makna Al-Qur’an yang masih samar, mengkhususkan hukum Al-Qur’an yang umum, merincikan hukum Al-Qur’an yang mujmal (global), dan menambah hukum yang tidak ada dalam Al-Qur’an.

Oleh karena itu, Al-Qur’an tidak boleh dipisahkan dengan As-Sunnah. Keduanya merupakan wahyu Allah ta’ala yang wajib diamalkan. Allah ta’ala berfirman, “Ia (Muhammad) tidak berbicara dengan hawa nafsu. Melainkan wahyu yang diwahyukan (kepadanya)”. (An-Najm: 3-4).

Kedudukan As-Sunnah Dalam Islam

As-Sunnah mempunyai kedudukan yang tinggi dalam Islam. Ia merupakan sumber hukum tertinggi yang kedua dalam Islam setelah Al-Qur’an. Selanjutnya Al-Ijma’, dan terakhir Al-Qiyas. Sumber-sumber hukum Islam ini wajib diutamakan dan diamalkan sesuai dengan urutan dan peringkatnya, terlebih lagi bila kelihatannya terjadi kontradiksi di antara sumber-sumber hukum tersebut.

As-Sunnah yang shahih lebih tinggi dan lebih diutamakan dari Al-Qiyas. Bila qiyas atau logika bertentangan dengan As-Sunnah yang shahih, maka keduanya menjadi gugur dan tidak bisa diamalkan.

Jadi, Al-Qur’an dan As-Sunnah merupakan sumber hukum tertinggi bagi umat Islam. Tidak ada aturan yang lebih tinggi dari Al-Qur’an dan As-Sunnah. Hukum Allah tersebut lebih tinggi dari hukum manusia. Inilah aqidah dan syariat Islam yang wajib diamalkan oleh seorang muslim.

Perbedaan Al-Qur’an dan As-Sunnah

Al-Qur’an dan As-Sunnah merupakan wahyu Allah ta’ala yang wajib diikuti atau diamalkan oleh setiap muslim. Meskipun keduanya wahyu dari Allah ta’ala, namun ada perbedaan keduanya.

Bedanya, Al-Qur’an itu wahyu yang dibaca. Maknanya, teks dan makna Al-Qur’an dari Allah ta’ala. Maka membacanya harus tidak boleh salah. Bila salah, berdosa. Selain itu membacanya merupakan ibadah.

Adapun As-Sunnah, teksnya dari Nabi shallahu ‘alaihi wa sallam, sedangkan maknanya dari Allah ta’ala. Bila salah dalam membacanya, maka tidak berdosa. Yang penting maknanya benar. Dan membacanya itu bukan ibadah.

Kewajiban Mengikuti As-Sunnah

Banyak ayat-ayat Al-Qur’an yang memerintahkan kita untuk mengikuti dan mengamalkan As-Sunnah. Di antaranya adalah firman Allah ta’ala, “Dan apa yang diberikan oleh Rasul, maka ambillah. Dan apa yang dilarang oleh Rasul, maka tinggalkanlah.” (Al-Hasyr: 7).

Dalam ayat ini, Allah ta’ala memerintahkan kepada kita untuk mengamalkan apa yang diajarkan oleh Rasul shallahu ‘alaihi wa sallam dan meninggalkan apa yang dilarang oleh beliau. Di antara perbuatan yang dilarang yaitu syirik, bid’ah, khurafat, tahayul, dan perbuatan haram lainnya. Maka perbuatan-perbuatan tersebut jangan kita lakukan.”

Selain itu, Allah ta’ala berfirman, “Barangsiapa yang menaati Rasul (Muhammad), maka sesungguhnya ia telah mena’ati Allah.” (An-Nisa’: 80).

Dalam ayat ini, Allah ta’ala memerintahkan kepada kita untuk menaati Rasul shallahu ‘alaihi wa salam. Bahkan ta’at kepada beliau menjadi syarat utama ta’at kepada Allah ta’ala. Maknanya, jika tidak ta’at kepada Rasul-Nya berarti tidak taa’t kepada-Nya.

Allah ta’ala juga berfirman, “Katakanlah (Muhammad), Jika kalian benar-benar mencintai Allah, maka ikutilah aku, niscaya Allah akan mencintai kalian dan mengampuni dosa-dosa kalian.” (Ali-‘Imran: 31).

Dalam ayat ini, Allah ta’ala memerintahkan kepada kita untuk mengikuti Rasul shallahu ‘alaihi wa sallam. Bahkan menjadikan syarat kecintaan kepada Allah ta’ala dengan mengikuti beliau. Maknanya, jika ia mengikuti Nabi shallahu ‘alaihi wa sallam berarti ia mencintai Allah ta’ala. Bila tidak, maka ia tidak mencintai Allah ta’ala.

Allah ta’ala juga berfirman, “Wahai orang-orang yang beriman! Taatilah Allah dan ta’atilah Rasul (Muhammad), dan ulil amri di antara kalian. Kemudian, jika kalian berselisih pendapat dalam sesuatu, maka kembalikanlah kepada Allah (Al-Qur’an) dan Rasul (Sunnahnya, jika kalian beriman kepada Allah dan hari akhir.” (An-Nisa’: 59).

Dalam ayat ini, Allah ta’ala memerintahkan kita untuk menaati Allah, Rasul-Nya dan para ulil amri (pemimpin dan ulama) dan memerintahkan kepada kita untuk merujuk Al-Qur’an dan As-Sunnah jika ada suatu perselisihan pendapat.

Bahaya Meninggalkan As-Sunnah

Meninggalkan As-Sunnah sangat berbahaya bagi individu dan masyarakat. Akibatnya timbullah penyimpangan agama dalam masyarakat berupa maksiat dan kesesatan seperti paham sesat, syirik, bid’ah, tahayul, khurafat, dan sebagainya.

Rasulullah shallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Wajib kepada kalian berpegang teguh dengan sunnahku dan sunnah para sahabat khulafaurrasyidin. Dan jauhilah oleh kalian mengada-adakan urusan baru (dalam agama). Karena sesungguhnya perkara-perkara baru yang diada-adakan (dalam agama) itu bid’ah. Dan setiap bid’ah itu kesesatan.” (HR. Abu Daud, At-Tirmizi dan Ibnu Majah).”

Meninggalkan As-Sunnah berarti berbuat maksiat kepada Allah ta’ala, karena tidak mematuhi perintah Allah ta’ala untuk mengikuti As-Sunnah. Padahal banyak ayat-ayat Al-Qur’an yang memerintahkan kita untuk mengikuti As-Sunnah.

Selain itu, meninggalkan sunnah dapat mengundang cobaan, bencana alam dan azab yang pedih dari Allah ta’ala. Allah ta’ala berfirman, “Maka hendaklah orang yang menyalahi perintah Rasul-Nya takut akan mendapat cobaan atau ditimpa azab yang pedih.” (An-Nur: 63).

Di samping itu, ibadah tidak akan diterima oleh Allah ta’ala jika dikerjakan tanpa mengikuti As-Sunnah. Rasulullah shallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Barangsiapa yang mengada-adakan perkara baru dalam urusan agama kami ini, yang tidak berdasarkan petunjuk darinya, maka amalannya ditolak.” (HR. Al-Bukhari dan Muslim). Dalam riwayat lain, “Barangsiapa yang mengerjakan suatu amalan yang tidak berdasarkan petunjuk kami, maka amalannya ditolak,” (HR. Muslim).”

Bahkan Allah ta’ala memvonis orang yang menolak atau mengingkari As-Sunnah dengan tidak beriman.

Allah ta’ala berfirman, “Maka demi Tuhanmu, mereka tidak beriman sebelum mereka menjadikan engkau (Muhammad) sebagai hakim dalam perkara yang mereka perselisihkan, (sehingga) tidak ada rasa keberatan dalam hati mereka terhadap putusan yang engkau berikan, dan mereka menerima dengan sepenuhnya.” (An-Nisa’: 65).

Rasulullah shallahu ‘alaihi wa salam bersabda, “Barangsiapa yang membenci Sunnahku maka ia bukan termasuk golonganku.” (HR. Al-Bukhari).

Amalkan As-Sunnah, Tinggalkan Bid’ah

Mengingat pentingnya mengamalkan As-Sunnah, maka mari kita mengamalkannya dalam kehidupan kita sehari-hari dan meninggalkan bid’ah yang merupakan lawan dari As-Sunnah yang diharamkan oleh Rasul shallahu ‘alaihi wa salam agar hidup kita berkah, sejahtera, bahagia, dan selamat di dunia dan di akhirat.

Mengamalkan As-Sunnah itu bermakna melakukan apa yang diperintahkan, dilakukan atau ditetapkan oleh Rasulullah shallahu ‘alaihi wa sallam, membela, mensyi’arkan dan menghidupkan Sunnah beliau, serta meninggalkan bid’ah.

Sebagai penutup, mari kita mengamalkan As-Sunnah dalam kehidupan kita sehari-hari khususnya dalam ibadah. Semoga kita termasuk orang-orang yang mendapat petunjuk untuk mengamalkan As-Sunnah. Amin..!

*Penulis* adalah Doktor Fiqh dan Ushul Fiqh Pada International Islamic University Malaysia (IIUM), Dosen Fiqh dan Ushul Fiqh Pada Fakultas Syari’ah dan Hukum UIN Ar-Raniry, Ketua Majelis Intelektual dan Ulama Muda Indonesia (MIUMI) Provinsi Aceh, Ketua PC Muhammadiyah Syah Kuala Banda Aceh, dan Anggota Ikatan Ulama dan Da’i Asia Tenggara.

Related posts

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *