Merdekanusantara.com,Jakarta – Sebuah Majalah Mingguan Edisi tanggal 22 Desember 2022 memuat Laporan Utama, Perang Tambang Para Jenderal, mengungkap tuntas tentang Erwin Rahardjo, warga Kecamatan Dukuh Pakis Surabaya yang dikenal sebagai markus kakap di kepolisian. Dia diduga sosok tersembunyi dibalik peristiwa munculnya testimoni Ismail Bolong.
Dia diduga memberi order dan “menggerakkan” Kadiv Propam Mabes Polri, Irjen Pol Ferdy Sambo, yang pada medio Februari 2022 itu agar mengirim tim ke Kalimantan Timur melakukan rekayasa “penyelidikan” yang disetting untuk dijadikan black campaign terhadap Kareskrim Komjen Pol Agus Andrianto.
Markus yang saban hari “ngantor” di Divisi Propam Mabes Polri pada era kepemimpinan Irjen Pol Ferdy Sambo ini rupanya diam-diam menaruh dendam terhadap Kabareskrim Polri, Komjen Pol Agus Andrianto yang telah memerintahkan Dirtipidum Bareskrim Polri Brigjen Pol Andi Rian Ryacudu Djajadi untuk mengusut laporan pidana LP No: LP/B/0754/XII/2021/SPKT/Bareskrim Polri tanggal 16 Desember 2021 atas nama Pelapor Eko Juni Anto yang menempatkan Erwin Rahardjo sebagai Terlapor, dengan dipersangkakan melakukan dugaan pidana pembuatan surat palsu dan/atau memberikan keterangan palsu dalam akta otentik.
Erwin Rahardjo lalu menjebak koleganya sendiri, Ismail Bolong untuk memberikan testimony dihadapan Tim Paminal Div Propam Mabes Polri, seolah-olah ada pemberian dana koordinasi tambang ilegal kepada sejumlah perwira di Polda Kaltim dan Mabes Polri termasuk kepada Kabareskrim Polri, Komjen Pol Agus Andrianto.
Kisahnya bermula pada awal bulan Februari 2022, Erwin Rahardjo diperiksa penyidik Dirtipidum Bareskrim Polri terkait perampasan yang dilakukannya terhadap perusahaan tambang batubara PT. Batuah Energi Prima (PT. BEP). Sebelumnya, lantaran dibacking Kelompok Sambo dengan Satggasus Merah Putih, nyaris tak ada polisi yang berani memeriksa Erwin Rahardjo.
Padahal laporan polisi terhadapnya tersebar di beberapa wilayah. Di Polda Jawa Timur, Erwin Rahardjo terjerat kasus penipuan dan penggelapan, berdasarkan Laporan Polisi No: LPB/153/II/2020/UM/Jatim, dan sudah naik ke tahap penyidikan. Alih-alih diperiksa penyidik, Erwin Rahardjo malah menjadi markus kakap di Polda Jatim, yang “direstui” Kapolda Jatim, Irjen Pol Nico Afinta, yang juga petinggi Satgassus Merah Putih.
Di wilayah hukum Polda Kalimantan Timur, mafia tambang batubara di bumi Borneo ini terjerat dengan dua laporan polisi. Berdasarkan Surat Tanda Terima Laporan No: STPL/113/XII/2021/SPKT I/Polda Kaltim, tanggal 10 Desember 2021, Erwin Rahardjo dilaporkan Richard Dengah Pontonuwu melakukan dugaan pidana pasal 170 KUHP dan/atau pasal 406 KUHP. Dalam kasus dugaan pidana pengelapan boedel pailit dan/atau sumpah palsu, sesuai LP No: LP/235/X/2021/PoldaKaltim/SPKTIII tanggal 28 Oktober 2021, alih-alih memenuhi surat panggilan polisi, Erwin Rahardjo melalui wa call, malah mengancam melalui penyidik Subdit Fismondev Direskrimum Polda Kalimantan Timur yang akan memeriksanya, dengan terang-terangan membawa-bawa nama lembaga Propam Mabes Polri.
Pengancaman melalui wa call tersebut direkam oleh penyidik Polda Kaltim. Erwin Rahardjo merupakan soulmate Ismail Bolong dalam mafia tambang batubara di Kaltim itu mendapat julukan The Untouchable yang licin. Erwin Rahardjo geram bukan kepalang tatkala penyidik Dirtipidum Bareskrim Polri bernama Ajun Inspektur Satu Navi Armadianto memaksa memeriksa dirinya pada awal Februari 2022. Padahal Kadiv Propam Irjen Pol Ferdy Sambo sudah menelepon penyidik asal Sidoarjo, Jawa Timur ini agar tidak memeriksa laki-laki yang menjadi pelaksana utama bisnis tambang batubara ilegal Satgassus di Kaltim itu.
Ajun Inspektur Satu Navi Armadianto menolak permintaan Sambo dengan mengatakan akan memetakan terlebih dahulu kasusnya. Maklum kasusnya sendiri mendapatkan atensi khusus dari Kabareskrim Pori, Komjen Pol Agus Andrianto. Namun Erwin Rahardjo tak gentar. Ia malah menantang penyidik dengan mengatakan:”Kapan saya ditahan?” Sepekan usai diperiksa itulah, Erwin Rahardjo diduga “menggerakkan” Kadiv Propam Mabes Polri, Irjen Pol Ferdy Sambo agar memberikan perintah kepada Karo Paminal, Brigjen Pol Hendra Kurniawan mengirim tim ke Kalimantan Timur guna melakukan merekayasa “penyelidikan” dengan memaksa Ismail Bolong memnebrikan testomoni, seolah-olah ada pemberian dana koordinasi tambang ilegal kepada sejumlah perwira di Polda Kaltim dan Mabes Polri termasuk kepada Kabareskrim Polri, Komjen Pol Agus Andrianto.
Belakangan testimony tersebut dicabut kembali oleh Ismail Bolong. Sedangkan Komjen Pol Agus Andrianto telah memberikan bantahan.
“Tidak benar saya menerima uang. Jangan-jangan mereka yang terima. Lempar batu sembunyi tangan” ujar Komjen Pol Agus Andrianto.
Lenny Tulus trader batubara yang namanya tercantum dalam LHP pun dibuat heran dan meradang. Dari ratusan pemain koridor di Kaltim, Ismail Bolong hanya menyebut dirinya dan Tan Paulin, yang sejatinya berstatus trader. Lenny Tulus menolak disebut pemain koridor, lantaran tak pernah menambang batubara di Kaltim.
Ia hanya pembeli batubara yang dokumennya lengkap dengan membayar pajak. Ia mengakui memang pernah “ribut” dengan Erwin Rahardjo.
Yusri Usman Direktur Center of Energy and Recources Indonesia (CERRI) menyatakan isi testimoni itu sebagian dari materi yang terdapat dalam Laporan Hasil Penyelidikan (LHP) Divisi Biro Pengamanan Internal Polri No: R/LHP-63/III/2022/Ropaminal tertanggal 18 Maret 2022, merupakan produk penyalahgunaan kekuasaan oleh Irjen Pol Ferdy Sambo dan Brigjen Pol Hendra Kurniawan, lantaran dibuat berdasarkan “pesanan” dari Erwin Rahardjo.
Materi LHP sendiri diduga dibuat sendiri oleh Irjen Pol Ferdy Sambo dan Brigjen Pol Hendra Kurniawan lalu Ismail Bolong tinggal teken – mirip Berita Acara Interogasi Putri Candrawathi yang terungkap dipersidangan — tidak dibuat oleh penyidik. Rekaman video yang berisi testimoni Ismail Bolong tentang pemberian uang tambang batubara illegal kepada beberapa Perwira di Polda Kaltim dan Mabes Polri termasuk kepada Kabareskrim Polri itu konon digandakan.
Salah satu filenya diduga disimpan oleh Erwin Rahardjo sang pemberi order. Konon terdapat rekaman hasil penyadapan percakapan antara Erwin Rahardjo dan Irjen Pol Ferdy Sambo terkait pemberian order pemeriksaan oleh Paminal dan testimoni Ismail Bolong tersebut, dengan tujuan untuk menyingkirkan Kabareskrim, Komjen Pol Agus Andrianto. Kisah tentang Kabareskrim, Komjen Pol Agus Andrianto yang menjadi korban konspirasi ala Sambo ini mewarnai perjalanan Polri di penghujung tahun 2022.
MAFIA TAMBANG
Pada tanggal 26 Oktober 2021, tanpa sepengetahuan dan persetujuan mayoritas pemegang saham, Kurator dan Menteri ESDM RI, Erwin Rahardjo telah membuat Akte No: 08 tentang Pernyataan Keputusan Rapat Pemegang Saham PT. BEP (dalam pailit) yang diterbitkan notaris Bambang Wiweko, SH, MH, di Jakarta Barat dan telah disahkan berdasarkan SK Dirjen AHU No: AHU-AH.01-03-0474680. Memanfaatkan pemilik PT. BEP (dalam pailit), Herry Beng Koestanto yang tengah mendekam di LP Salemba, Erwin Rahardjo merubah saham tanpa hak, sekaligus mendudukan dirinya sendiri sebagai “Direktur” perusahaan tambang batubara yang terletak di Desa Batuah, Kabupaten Kutai Kartanegara ini. Padahal PT. BEP dalam keadaan berstatus pailit, berdasarkan Putusan No. 28/Pdt.Sus-PKPU/2018/PN.Niaga.Sby tanggal 4 Desember 2018. Tak cuma itu. Erwin merekayasa piutang PT Synergy Dharma Nayaga, yang didalilkan secara palsu, dijual kepada PT Sarana Bakti Sejahtera (PT. SBS) sebesar Rp 1.138.057.727.943,2,-. Lalu PT. SBS konstruksikan sebagai Kreditur.
Padahal PT. SBS tidak memiliki kemampuan finansial untuk membayar piutang sebesar itu. Budhi Setya, selaku pemegang 99% saham PT SBS, sejatinya hanya seorang pedagang kopi kolega Petrus. Pada tanggal 27 Oktober 2021, Erwin Rahardjo merancang “Perdamaian”, dengan membuat Nota Kesepahaman Rencana Perdamaian yang pada pokoknya seolah-olah dilakukan perdamaian antara PT. BEP (dalam pailit) yang diawakili Erwin Rahardjo, selaku debitur, dengan kreditur, yang diwakili Budhi Setya.
Perjanjian Perdamaian ibarat antara “garong” dan “begal”, namun pada tanggal 11 Nopember 2021, bertempat di Pengadilan Niaga di Pengadilan Negeri Surabaya tetap dilakukan penandatangan dan disahkan. Hasilnya, pailit PT. BEP dinyatakan diangkat. Fakta hukum pailit PT. BEP sudah diangkat inilah yang dipakai oleh oknum Biro Hukum Kementerian ESDM, MIFS, SH untuk memberikan pendapat hukum sesat, bahwasanya PT. BEP sudah tidak lagi memiliki permasalah hukum.
Setelah berhasil “membajak” manajemen operasional PT. BEP (dalam pailit) secara illegal, selama 4 (empat) tahun sejak 2019 bersamaan Sambo dilantik menjadi Dirtipidum Bareskrim Polri merangkap Sekretraris Satgassus Merah Putih — Erwin Rahardjo “menunggangi” Kurator mendapatkan RKAB atas nama PT. BEP pada tahun 2019 secara tidak sah, sebanyak 2.873.560 metric ton. Ada invisible hand Sambo dengan Satgassus Merah Putih yang ketika itu “menekan” Dinas ESDM Kaltim dan Ditjen Minerba.
Bendera Erwin Rahardjo di kepolisian makin berkibar tahun 2020, tatkala Kapolri Jenderal Pol, Idham Aziz melantik Sambo menjadi Ketua Satgassus Merah Putih, berdasarkan Surat Perintah No: Sprin/1246/V/HUK.6.6/2020 tanggal 20 Mei 2020, kemudian diperpanjang berlandaskan Surat Perintah No: Sprin/1583/VII/HUKU.6.6/2022 tanggal 1 Juli 2022 sampai dengan 31 Desember 2022. Sambo membawahi 421 orang polisi berdarah “biru”. Sedangkan Erwin Rahardjo kemudian berkedudukan menjadi pelaksana utama bisnis mafia tambang batubara di Kaltim, yang dibacking Satgassus.
Diduga Erwin Rahardjo memanfaatkan lembaga Satgassus Merah Putih, — melalui “permufakatan jahat” dengan Sambo untuk “menekan” Dirjen Minerba agar terus menerus memberikan RKAB kepada PT. BEP meskipun statusnya pailit. Total sejak tahun 2019, 2020, dan 2021 PT. BEP mendapatkan RKAB sebanyak 9.345.882 metric ton. Dengan asumsi rata-rata per metric ton mendapatkan margin sebesar Rp. 200.000,- (dua ratus ribu rupiah) Erwin Rahardjo yang dibantu karibnya bernama Petrus ini berhasil meraup keuntungan yang tidak sah dari hasil kejahatan di sektor mafia tambang batubara di Kaltim sebesar Rp. 1.8 Triliun
IUP OP PT. BEP harus dicabut, berdasarkan ketentuan Pasal 188 Peraturan Pemerintah No: 96 Tahun 2021 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara perihal Pemberian Sanksi Administraif. Apalagi ternyata PT. BEP telah melanggar ketentuan tentang kewajiban DMO. Sejak tahun 2020 hingga 2022. PT BEP menunggak kewajiban DMO sebesar 1.001.300,69 Ton.(rill/jumri)