Keutamaan Puasa ‘Asyura

Oleh: Dr. Muhammad Yusran Hadi, Lc., MA.asyura, muharram

Puasa ‘Asyura memiliki banyak keutamaan. Terlebih lagi dilakukan dengan puasa sehari sebelumnya yaitu Tasu’a dan sehari sesudahnya yaitu hari kesebelas Muharram. Keduanya merupakan satu paket atau bagian dari puasa ‘Asyura. Inilah tingkatan yang paling utama dan sempurna dalam puasa ‘Asyura, agar menyelisihi orang Yahudi dan Nasrani.

Dalilnya adalah hadits yang diriwayatkan oleh Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhuma, ia berkata, “Rasulullah shallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Puasalah kalian hari ‘Asyura. Berbedalah kalian dengan orang-orang Yahudi. Puasalah kalian sehari sebelumnya dan sehari sesudahnya.” (HR. Ahmad, Al-Baihaqi, Al-Humaidi, Ibnu Khuzaimah dan lainnya).

Hadits ini didhaifkan oleh sebahagian ulama di antaranya Imam Asy-Syaukani (Nailu Al-Awthar: 4/350) dan lainnya karena sanadnya dhaif. Namun telah shahih semisal hadits ini dari Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhuma, mauquf dari perkataannya. (Al-Fiqhu Al-Muyassar fi Dhaui Al-Kitab wa As-Sunnah: 164).

Berdasarkan hadits ini dan hadits-hadits shahih mengenai puasa Tasu’a dan ‘Asyura, maka jumhur ulama menyebutkan bahwa puasa ‘Asyura itu ada 3 tingkatan:
Tingkatan Pertama: Puasa 3 hari yaitu hari kesembilan, kesepuluh dan kesebelas Muharram. Ini yang paling sempurna.
Tingkatan Kedua: Puasa hari kesembilan dan kesepuluh Muharram.
Tingkatan Ketiga: Puasa hari kesepuluh Muharram saja.

Adapun keutamaan puasa ‘Asyura di antaranya yaitu:

Pertama: Menghapus dosa-dosa setahun yang lalu berdasarkan hadits-hadits yang diriwayatkan oleh Abu Qatadah radhiyallahu ‘anhu ia berkata: Rasulullah shallahu ‘alaihi wa sallam ditanya tentang puasa ‘Asyura? Maka beliau bersabda: “Saya berharap kepada Allah puasa ‘Asyura dapat menghapus dosa setahun yg lalu.” (HR. Muslim).

Dalam riwayat lain dari Abu Qatadah radhiyallahu ‘anhu ia berkata: Rasulullah shallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Puasa hari ‘Arafah menghapus dosa dua tahun setahun yang lalu dan setahun yang akan datang. Dan puasa ‘Asyura menghapus dosa setahun yang lalu.” (HR. Al-Jama’ah kecuali Al-Bukhari dan At-Tirmizi).

Kedua: Puasa Asyura adalah puasa yang paling utama setelah puasa Ramadhan sebagaimana ditegaskan oleh Nabi shallahu ‘alaihi wa salla, karena dilakukan di bulan Allah yang agung dan mulia yaitu bulan Muharram. Bulan Muharram adalah bulan haram di mana keutamaanya adalah dilipatgandakan pahala amal shalih padanya sebagaimana dilipatgandakan dosa padanya.

Dalilnya adalah hadits Nabi shallahu ‘alaihi wa sallam yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu ia berkata: Rasulullah shallahu ‘alaihi wa sallam ditanya: Shalat apa yg paling utama setelah shalat wajib? Rasulullah shallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Shalat di tengah malam”. Lalu ditanya lagi: Puasa apa yang paling utama setelah puasa Ramadhan? Rasulullah shallahu ‘alaihi wa sallam. bersabda: “Bulan Allah yang kalian memanggilnya Muharram” (HR. Ahmad, Muslim dan Abu Daud).

Ketiga: Rasulullah shallahu ‘alaihi wa sallam selalu berpuasa ‘Asyura sejak sebelum diangkat menjadi Rasul sampai meninggal. Beliau tidak pernah meninggalkannya. Ini menunjukkan keutamaan puasa ‘Asyura.

Dari Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhuma, ia berkata, “Ketika Rasulullah shallahu ‘alaihi wa sallam berpuasa hari ‘Asyura dan memerintahkan untuk berpuasa hari ‘Asyura, para sahabat berkata: “Wahai Rasulullah, Sesungguhnya hari ‘Asyura itu hari yg diagungkan oleh orang-orang Yahudi dan Nasrani. Maka Rasulullah shallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Jika tahun depan kita masih hidup, insya Allah kita akan berpuasa pada hari kesembilan.” Ibnu Abbas berkata: “Maka tahun depan belum datang, sehingga Rasulullah shallahu ‘alaihi wa sallam wafat.” (HR. Muslim dan Abu Daud).

Dalam riwayat lain dari Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhuma, ia berkata, “Rasulullah shallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Jika aku hidup hingga tahun depan maka aku akan benar-benar berpuasa pada hari kesembilan.” Yakni bersama hari ‘Asyura (HR. Ahmad dan Muslim).

Keempat: Rasulullah shallahu ‘alaihi wa sallam mewajibkan para sahabat untuk berpuasa ‘Asyura sebelum diwajibkan puasa Ramadhan. Namun setelah datang kewajiban puasa Ramadhan, maka beliau tetap memerintahkannya meskipun hanya,sebatas anjuran. Ini menunjukkan keutamaa puasa ‘Asyura.

Dalilnya adalah hadits yang diriwayatkan oleh Aisyah radhiyallahu ‘anha ia berkata: Hari ‘Asyura merupakan hari puasa orang-orang kaum Quraisy pada masa jahiliah. Rasulullah shallahu ‘alaihi wa sallam berpuasa ‘Asyura. Ketika beliau mendatangi Madinah, beliau berpuasa ‘Asyura dan memerintahkan orang-orang untuk berpuasa ‘Asyura. Ketika diwajibkan puasa Ramadhan beliau bersabda: “Barangsiapa yang ingin berpuasa ‘Asyura maka silakan berpuasa. Dan barangsiapa yang tidak berpuasa maka silakan tidak berpuasa.” (Muttafaq ‘Alaih).

Keenam: Puasa ‘Asyura merupakan hari yang agung, di mana pada hari itu Nabi Musa ‘alaihis salam berpuasa sebagai rasa syukur atas nikmat Allah ta’ala yang telah menyelamatkannya dan kaum dari Fir’aun laknatullah. Maka Rasulullah mengikuti Nabi Musa ‘alaihis salam dalam berpuasa ‘Asyura dan mengatakan lebih berhak mengikutinya daripada orang-orang Yahudi dan Nasrani karena ada persamaan syariat Nabi shallahu ‘alaihi wa sallam dengan syariat Nabi Musa ‘alaihi salam dalam tauhid dan Ushuluddin serta beriman kepada Nabi Musa ‘alaihis salam. Adapun Yahudi dan Nasrani tidak demikian. Namun, untuk membedakan dengan orang-orang Yahudi dan Nasrani, Rasulullah shallahu ‘alaihi wa sallam berniat berpuasa Tasu’a bersama dengan ‘Asyura pada tahun depannya, meskipun beliau tidak dapat melakukannya karena telah wafat terlebih dahulu.

Dalilnya adalah hadits yang diriwayatkan oleh Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhuma, ia berkata, “Ketika Rasulullah shallahu ‘alaihi wa sallam berpuasa hari ‘Asyura dan memerintahkan untuk berpuasa hari ‘Asyura, para sahabat berkata: “Wahai Rasulullah, Sesungguhnya hari ‘Asyura itu hari yang diagungkan oleh orang-orang Yahudi dan Nasrani. Maka Rasulullah shallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Jika tahun depan kita masih hidup, insya Allah kita akan berpuasa pada hari kesembilan.” Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhuma berkata: “Maka tahun depan belum datang, sehingga Rasulullah shallahu ‘alaihi wa sallam wafat.” (HR. Muslim dan Abu Daud).

Dalam riwayat lain dari Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhuma, ia berkata, “Rasulullah shallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Jika aku hidup hingga tahun depan maka aku akan benar-benar berpuasa pada hari kesembilan.” Yakni bersama hari ‘Asyura (HR. Ahmad dan Muslim).

Demikianlah keutamaan-keutamaan puasa ‘Asyura bersama puasa Tasu’a dan puasa hari kesebelas Muharram. Oleh karena itu, rugi sekali bila kita tidak memfaatkan momentum bulan Muharram ini untuk berpuasa pada hari-hari tersebut, agar dapat meraih keutamaan-keutamaan ini.

Sebagai penutup, mengingat keutamaan-keutamaan tersebut, maka mari kita melakukan puasa Tasu’a, ‘Asyura dan hari kesebelas Muharram. Semoga kita dapat meraiih keutamaan-keutamaan tersebut, disamping juga meraih keutamaan puasa secara umum. Amin !.

*Penulis* adalah Ketua Majelis Intelektual dan Ulama Muda Indonesia (MIUMI) Provinsi Aceh, Wakil Ketua Majelis Pakar Parmusi Provinsi Aceh, Ketua PC Muhammadiyah Syah Kuala Banda Aceh, anggota Ikatan Ulama dan Da’i Asia Tenggara, Dosen Fiqh dan Ushul Fiqh Pascasarjana UIN Ar-Raniry, Doktor Fiqh dan Ushul Fiqh pada International Islamic University Malaysia (IIUM)

Related posts

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *