Merdekanusantara.com,Jakarta – Kasus gagal ginjal akut yang menyakiti anak-anak di Indonesia banyak mendapat perhatian serius. Meski pun sejumlah obat sudah diungkap oleh Pemerintah ke masyarakat, tapi hal tersebut belum menjadi sesuatu yang melegakan bagi masyarakat.
“Kemenkes, BPOM dan Polri untuk melakukan estafet pemeriksaan obat sirup yang tercemar dan proses hukum, tapi itu belum menjadi sesuatu yang melegakan masyarakat,” kata Ketua Bidang Riset dan Teknologi DPP GMNI, Ridho Ary Azhari, Senin (29/11).
Ridho mempertanyakan tentang apa betul karena keberadaan cemaran tersebut yang menjadi penyebabnya, karena faktanya tidak semua kasus gagal ginjal disebabkan karena mengkonsumsi sirup obat yang mengandung cemaran tersebut. Harus didalami dan dijelaskan disebabkan oleh apa.
“Kemenkes harus buka data berapa jumlah pasien yang meninggal karena adanya cemaran eg dan deg pada obat sirup dan berapa lagi yang disebabkan oleh faktor lain seperti banyak dipertanyakan oleh pakar. Namun demikian, patut diberikan apresiasi ke BPOM yang cepat bekerja maraton menelusuri kasus cemaran dalam obat ini bahkan sampai ke tingkat suplier bahan pelarut melakukan tindakan yang tidak bertanggungjawab sama sekali,” jelas Ridho.
Lebih lanjut kata Ridho, di sisi lain, terdapat di Kemenkes ada Dirjen Farmalkes yang memilik kewenangan dan anggaran yang jauh lebih besar dari BPOM dalam melaksanakan tugas. Kata Ridho, Direktorat Jenderal Kefarmasian dan Alat Kesehatan ini menyelenggarakan fungsi untuk perumusan kebijakan di bidang produksi dan distribusi sediaan farmasi, alat kesehatan, dan perbekalan kesehatan rumah tangga, penilaian dan pengawasan alat kesehatan dan perbekalan kesehatan rumah tangga, tata kelola perbekalan kesehatan, dan pelayanan kefarmasian.
“Pelaksanaan kebijakan di bidang produksi dan distribusi sediaan farmasi, alat kesehatan, dan perbekalan kesehatan rumah tangga, penilaian dan pengawasan alat kesehatan dan perbekalan kesehatan rumah tangga, tata kelola perbekalan kesehatan, dan pelayanan kefarmasian. Penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria di bidang produksi dan distribusi sediaan farmasi, alat kesehatan, dan perbekalan kesehatan rumah tangga, penilaian dan pengawasan alat kesehatan dan perbekalan kesehatan rumah tangga, tata kelola perbekalan kesehatan, dan pelayanan kefarmasian,” tutur Ridho.
Ridho menjelaskan tentang pemberian bimbingan teknis dan supervisi di bidang produksi dan distribusi sediaan farmasi, alat kesehatan, dan perbekalan kesehatan rumah tangga, penilaian dan pengawasan alat kesehatan dan perbekalan kesehatan rumah tangga, tata kelola perbekalan kesehatan, dan pelayanan kefarmasian.
Menurut Ridho pelaksanaan evaluasi dan pelaporan di bidang produksi dan distribusi sediaan farmasi, alat kesehatan, dan perbekalan kesehatan rumah tangga, penilaian dan pengawasan alat kesehatan dan perbekalan kesehatan rumah tangga, tata kelola perbekalan kesehatan, dan pelayanan kefarmasian.
“Pelaksanaan administrasi Direktorat Jenderal; dan. pelaksanaan fungsi lain yang diberikan oleh Menteri. Jelas dari tugas dan fungsi dirjen di kemenkes tersebut ada tentang kebijakan regulasi dan supervisi produksi. Ternyata aturan terkait dengan kewajiban memeriksa cemaran eg dan deg dalam produk jadi obat belum ada pada Farmakope Indonesia yang merupakan kita wajib yang harus diikuti oleh produsen obat-2an di Indonesia.
Terkait dengan kasus gagal ginjal akut pada anak ini kenapa kemenkes tidak segera membuat regulasi pemeriksaan cemaran eg dan deg pada obat tersebut dan malah berlindung dengan memberikan informasi seolah olah gagal ginjal akut sudah melandai bahkan tuntas. Kata Ridho, dalam investigasi dan penelusuran dari hulu tentang impor bahan pelarut pada obat ini, ternyata aturan atau kendali pemasukan bahan pelarut untuk obat ini sepenuhnya ada di kemendag dan kemenperin kenapa mereka diam.
“Mereka justru melempar tanggungjawab ke BPOM. Harus segera dibenahi impor produk pelarut yang mengandung eg dan dg yang membahayakan kesehatan dan nyawa masyarakat. Ada apa dengan kementrian kabinet presiden yang terkait dengan kasus gagal ginjal akut. Menko PMK dan Menko Perekonomian juga seolah olah bungkam tidak bergeming karena Kemenkes tidak menyatakan ini sebagai kejadian luar biasa sementara untuk kasus polio dengan hanya 1 dan 2 kasus langsung dinyatakan sebagai KLB,” ujar Ridho.
Selain itu, Ridho juga meminta Kemenkes agar segara mengeluarkan regulasi pemeriksaan cemaran eg dan deg obat sirup bersama Menko PMK, dan BPOM. Kata Ridho, Kejagung yang saat ini sedang memeriksa kasus impor garam industri juga fokus pada dugaan kasus impor bahan kimia cemaran obat ini karena melibatkan Kementrian Perdagangan dan Perindustrian dibawah Menko Perekonomian.
“Kita mendesak Kejagung, KPK dan Polri segera usut dari hulu hingga ke hilir penyebab gagal ginjal akut ini. Apakah mekanisme pengadaan obat JKN oleh Kemenkes cenderung hanya berdasarkan harga penawaran termurah dari produsen obat yang membuat peluang terjadinya kejahatan kemanusian obat ini,” tegas Ridho.
Menurut Ridho, tidak tertutup kemungkinan karena kelangkaan bahan obat baik akibat Pandemi Covid 19 yang berkepanjangan apalagi naiknya harga bahan baku obat karena dampak dari perang Rusia-Ukraina yang medorong suplier bahan obat tidak bertanggungjawab memanfaatkan celah ini. Kata Ridjo beberapa produsen melakukan kelalaian dengan tidak melakukan pengawasan kualitas bahan obat dan obat yang dihasilkan sebagaimana sudah diatur dalam persyaratan yang ditetapkan oleh BPOM.
“Kita akan aksi dan akan mengajak masyarakat peduli kesehatan serta masyarakat anti korupsi untuk turun ke jalan, jika tuntutannya tidak diindahkan oleh Kemenkes dan Kementerian lainnya. Yang mana kita telah membentuk Tim Investigasi pada kasus ini,” pungkas Ridho. (***)