Pengacaranya TR Angkat Bicara: Ketua Fraksi PKB ‘Ngawur’

Merdekanusantara.com,Depok – Di ruang sidang yang seharusnya diisi dengan nalar dan naskah hukum, muncul drama baru di panggung politik lokal. Seorang legislator perempuan dari PKB, berinisial TR, tiba-tiba dinonaktifkan dari seluruh alat kelengkapan dewan. Alasan yang dilontarkan Ketua Fraksi PKB, Siswanto, terdengar seperti keputusan final—padahal belum tentu legal.

Namun di balik meja penuh berkas dan mikrofon media, pengacara TR, Deny Hariyatna, SH, MH, menatap lurus dan menegaskan satu kalimat yang langsung menggema:

“Pernyataan Ketua Fraksi PKB itu ngawur. Tidak ada dasar hukumnya.”

Kata ngawur itu bukan sekadar emosi, tapi bentuk protes terhadap apa yang disebutnya sebagai tindakan sewenang-wenang dan melampaui kewenangan. Menurut Deny, pernyataan Siswanto dalam jumpa pers 27 Oktober 2025 adalah “lebih merupakan opini pribadi”, bukan keputusan fraksi. Tak ada rapat, tak ada undangan, bahkan secarik surat pun tak pernah diterima TR.

TR sendiri, kata Deny, tetap menghormati keputusan Badan Kehormatan (BK) DPRD Kota Depok Nomor 426/01/BK-DPRD/SP/X/2025, yang memutuskan sanksi sedang berupa pemindahan keanggotaan alat kelengkapan dewan. Tapi justru di situlah masalahnya: BK tidak pernah memberi rekomendasi penonaktifan.

“Yang ada hanya sanksi pemindahan, bukan pencopotan,” ujar Deny.

Namun entah dari mana, Ketua Fraksi seolah mendapat ilham untuk menafsirkan sendiri keputusan BK. Ia mengumumkan bahwa TR dicopot dari semua jabatan di dewan—mulai dari Komisi B hingga Badan Musyawarah (Bamus).

Langkah ini, menurut Deny, menabrak asas praduga tak bersalah, apalagi kasus hukum TR di Polres Depok belum memasuki tahap penyidikan.

“Polisi saja belum mengeluarkan Sprindik, tapi Fraksi PKB sudah bertindak seperti pengadilan kilat,” ujarnya.

Pengacara itu juga memperingatkan, bila pernyataan Siswanto tak segera dicabut dalam 1 x 24 jam, pihaknya siap melapor ke Dewan Kehormatan DPRD dan Mahkamah Partai DPP PKB.

“Kami menunggu itikad baik. Kalau tidak, kami tempuh jalur partai dan kehormatan dewan,” tegas Deny.

Kisah ini pun berputar di antara dua ruang: ruang politik dan ruang hukum. Satu bicara etika, satu bicara prosedur. Tapi keduanya kini beririsan dalam panggung publik yang gaduh.

TR, yang masih sah sebagai anggota DPRD Kota Depok, kini seperti “duduk tanpa kursi”—statusnya ada, tapi kegiatannya nihil. Sebuah ironi di bawah sorotan kamera, ketika lembaga terhormat justru terlihat tergesa menilai sebelum waktunya.
(Hanny)

Related posts

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *