Ustaz Yusran Hadi: “Bencana Alam Terjadi Akibat Maksiat Yang Merajalela

Keterangan photo:
Khatib Ustaz Dr. Muhammad Yusran Hadi berphoto bersama Imam sekaligus muazzin Masjid Istiqlal Jakarta Qadarasmadi Rasyid, S.Hum dan pengurus BKM Masjid Al-Ikhlas Kantor LAN Banda Aceh ba’da shalat Jum’at (23/12/22).

Merdekanusantara.com, Banda Aceh -Ketua Majelis Intelektual dan Ulama Muda Indonesia (MIUMI) Provinsi Aceh Ustaz Dr. Muhammad Yusran Hadi, Lc., MA. mengingatkan umat Islam mengenai bahaya maksiat dan meninggalkan kewajiban amar ma’ruf dan nahi munkar.

Read More

“Selama ini, banyak bencana atau musibah yang terjadi di negara kita ini. Berbagai bencana menimpa bangsa kita silih berganti bagaikan malam dan siang. Mulai dari bencana banjir, longsor, gunung meletus, gempa bahkan sampai Tsunami menimpa bangsa Indonesia. Hal seperti ini tidak terjadi di negara-negara lain kecuali sedikit. Bahkan di Arab Saudi tidak ada atau jarang sekali terjadi bencana.”

“Baru-baru ini banjir terjadi di berbagai daerah di Indonesia, termasuk di Aceh Tamiang. Banjir yang terjadi di kabupaten Aceh Tamiang pada awal November telah merendam 146 kampung di 12 kecamatan. Lebih dari 29 ribu Kepala Keluarga harus mengungsi. Beberapa hari kemudian terjadi bencana gempa dan longsor di kabupaten Cianjur Jawa Barat yang menewaskan lebih dari 350 orang dan menghancurkan ratusan rumah. Ribuan orangpun harus mengungsi. Lalu, Setelah itu disusul bencana meletus gunung Simeru di Jawa Timur dan gempa di daerah lain. Pada saat yang sama dan setelahnya, banjir kembali melanda sebagian daerah sampai hari ini.”

“Oleh karena itu, bangsa Indonesia wajib introspeksi diri dan peduli terhadap lingkungan sekitar kita dengan mencegah maksiat. Bangsa Indonesia wajib bertaubat kepada Allah ta’ala dengan meninggalkan maksiat dan melakukan amal shalih. Karena bencana merupakan teguran, ujian dan azab Allah ta’ala. Dan bencana ini terjadi dengan kehendak dan izin Allah ta’ala.”

“Bencana menjadi teguran dan peringatan Allah ta’ala kepada manusia terhadap maksiat yang dilakukan. Bencana menjadi ujian bagi orang yang beriman karena Allah ta’ala ingin menguji keimanannya apakah ia tetap beriman atau tidak, apakah ia sabar atau tidak. Bencana juga bisa menjadi azab bagi para pelaku maksiat termasuk meninggalkan kewajiban amar ma’ruf dan nahi munkar.”

Nasehat ini disampaikan oleh Ustaz Dr. Muhammad Yusran Hadi, Lc., MA dalam khutbahnya hari ini (23/12/2022) di Masjid Al-Ikhlas Kantor Lembaga Administrasi Negara (LAN) Banda Aceh selama lebih kurang 25 menit pada shalat Jum’at yang diimami oleh imam sekaligus muazzin Masjid Istiqlal Jakarta Ust. Qadarusmadi, S.Hum yang berasal dari Banda Aceh.

Selanjutnya, ustaz Yusran yang juga Doktor Fiqh dan Ushul Fiqh lulusan International Islamic University Malaysia (IIUM) menegaskan bahwa bencana terjadi akibat perbuatan maksiat yang merajalela.

“Bencana alam terjadi akibat perbuatan maksiat yang merajalela. Allah ta’ala berfirman, “Dan tidaklah Kami membinasakan Kami membinasakan suatu negeri kecuali penduduknya melakukan kezaliman.” (QS. Al-Qashash: 59).”

“Allah ta’ala juga berfirman, “Dan sekiranya penduduk negeri beriman dan bertakwa, pasti Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi ternyata mereka mendustakan (ayat-ayat Kami), maka Kami siksa mereka sesuai dengan apa yang telah mereka kerjakan.” (Al-A’raf: 96).”

“Allah ta’ala juga berfirman: “Dan apa saja musibah yang menimpa kamu maka adalah disebabkan oleh perbuatan tanganmu sendiri, dan Allah memaafkan sebagian besar (dari kesalahan-kesalahanmu).” (QS. Asy Syura: 30).”

Ustaz Yusran yang juga Ketua Pimpinan Cabang Muhammadiyah Syah Kuala Banda Aceh menjelaskan maksud dan tujuan Allah a’ala menimpakan bencana kepada bangsa Indonesia.

“Semua bencana alam yang terjadi selama ini mengandung pelajaran dan hikmah. Semua kejadian tidak terjadi sia-sia, namun ada maksud dan tujuan Allah ta’ala termasuk dalam memberikan bencana alam. Ada hikmah dibalik musibah dan pesan dari Allah ta’ala.”

“Allah ta’ala menimpakan bencana agar kita sadar terhadap tujuan hidup kita yaitu beribadah kepada Allah ta’ala, menegur kita agar tidak serakah dalam mengambil kekayaan alam, mengingatkan kita untuk bersyukur atas nikmat yang Allah berikan, dan untuk memberikan peringatan kepada kita untuk senantiasa bertaubat dan mengamalkan syariat-Nya, serta untuk memberikan azab kepada para pelaku maksiat sebagai balasan atas maksiat yang dilakukan selama ini.,” ujarnya.

Kemudian, ustaz Yusran yang juga Wakil Ketua Majelis Pakar Parmusi Provinsi Aceh menjelaskan macam-macam maksiat yang terjadi dalam masyarakat.

“Di antara bentuk kemaksiatan adalah kelalaian manusia terhadap kewajiban kepada Allah ta’ala. Kita disibukkan dengan berbagai kesenangan dan kenikmatan dunia. Kita berlomba-lomba mengejar harta, pangkat, jabatan sehingga melupakan dan meninggalkan kewajiban-kewajiban agama seperti shalat lima waktu, shalat berjama’ah bagi laki-laki, puasa, membaca al-Quran, berdoa, berzikir, membayar zakat, syukur nikmat dan sebagainya. Kesenangan dan kenikmatan dunia telah membuat kita lalai dari kewajiban kita kepada Allah ta’ala.”

“Di samping itu, kemungkaran berupa syirik, khurafat, tahayul, dan ajaran sesat terjadi dan berkembang. Begitu pula bid’ah dalam ibadah dan aqidah menjadi tradisi dalam kehidupan sehari-hari. Selain itu, berbagai kriminal seperti pembunuhan, penganiaan,, pemerkosaan, pencurian, minum minuman keras, dan sebagaiinya sering terjadi. Krisis moral baik perkataan maupun perbuatan haram seperti perbuatan kezhaliman,, menipu/manipulasi, korupsi, suap, mencaci, menfitnah, judi, mengkonsumsi dan menjual rokok, narkoba, sabu-sabu, ganja, dan sejenisnya, pamer aurat, pacaran, perzinaan dan sebagainya merajalela. Semua itu maksiat yang mengundang bencana atau azab Allah,” tegasnya.

Ustaz Yusran yang juga anggota Ikatan Ulama dan Da’i Asia Tenggara menjelaskan kewajiban amar ma’ruf (menyeru kepada kebaikan) dan nahi munkar (mencegah kemungkaran).

“Setiap muslim wajib melaksanakan amar ma’ruf dan nahi munkar sesuai kemampuannya. Allah ta’ala berfirman: “Dan hendaklah di antara kamu ada segolongan orang yang menyeru kepada kebaikan, menyeru (berbuat) yang ma’ruf, dan mencegah daripada yang munkar. Dan mereka itulah orang-orang yang beruntung.” (Ali Imran: 104).”

“Imam Al-Hafiz Ibnu Katsir rahimahullah dalam tafsirnya berkata, “Maksud ayat ini adalah, harus ada sekelompok dari umat ini yang melakukan tugas dakwah, meskipun sebenarnya dakwah itu merupakan kewajiban bagi setiap individu sesuai dengan kemampuannya.” (Tafsir Ibnu Katsir: 1/361).”

“Rasulullah shallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Barangsiapa di antara kalian melihat kemunkaran, maka ubahlah dengan tangannya. Jika tidak sanggup, maka ubah dengan lisan. Jika tidak sanggup, maka dengan hati. Yang demikian itu selemah-lemah iman.” (HR. Muslim). Hadits ini menjelaskan bahwa setiap muslim wajib mencegah kemunkaran sesuai dengan kemampuan masing-masing, baik dengan tangan, lisan ataupun hatinya.”

“Rasulullah shallahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda, “Demi jiwaku dalam genggaman Allah, kalian benar-benar mau melaksanakan amar ma’ruf dan nahi munkar atau (kalau tidak) Allah akan menimpakan kepada kalian siksa dari-Nya, lalu kalian memohon doa kepada Allah maka Dia tidak akan menerimanya.” (HR. At-Tirmizi dan Ibnu Majah).”

“Berdasarkan ayat dan hadits-hadits di atas, maka para ulama sepakat mengatakan bahwa melaksanakan amar ma’ruf dan nahi munkar hukumnya wajib kifayah sesuai kemampuannya. Meskipun demikian, kewajiban ini bisa menjadi wajib a’in bila tidak ada orang yang melaksanakannya di suatu masyarakat atau kampung. Maknanya, setiap individu berdosa jika dia melihat kemunkaran, namun tidak mencegah atau melarangnya.”

“Setiap muslim wajib mencega kemunkaran (maksiat) sesuai dengan kemampuannya. Seorang pemimpin wajib mencegahnya dengan tangannya yakni kekuasaannya. Seorang ulama, cendekiawan, ustaz dan da’i wajib mencegahnya dengan lisannya lewat khutbah, ceramah dan pengajian serta pengajaran. Begitu pula lewat tulisan. Adapun orang yang tidak mampu mencegah dengan tangan atau lisan seperti orang awam, maka mencegah kemungkaran dengan hatinya. Maknanya, membenci kemunkaran. Inilah tingkatan paling rendah dari iman seseorang.,” jelasnya.

Selanjutnya ustaz Yusran yang juga dosen Fakultas Syari’ah dan Hukum UIN Ar-Raniry Banda Aceh mengingatkan bahaya meninggalkan kewajiban amal ma’ruf dan nahi munkar.

“Mengabaikan kewajiban amar ma’ruf dan nahi munkar bisa mengundang bencana atau azab Allah ta’ala. Jika kita hanya berdiam diri menyaksikan kemunkaran di sekitar kita, tanpa ada upaya pencegahan sesuai dengan kemampuan kita, maka Allah ta’ala akan menimpakan bencana atau azab-Nya kepada kita di dunia maupun di akhirat. Begitu pula mentolerir kemunkaran bagi yang mampu kita menghentikannya berarti meridhai dan melegalkan kemunkaran tersebut.”

“Jika kemunkaran itu telah merajalela dan tidak ada orang yang melakukan kewajiban amar ma’ruf dan nahi munkar, maka Allah ta’ala akan menimpakan bencana dan azab-Nya kepada penduduk negeri yang banyak berbuat maksiat. Karena, penyebab utama turunnya azab Allah ta’ala adalah kemaksiatan yang merajalela, sebagaimana yang telah dijelaskan dalam Al-Qur’an (QS. Al-Qashash: 59 dan Al-‘Araf: 96).

“Dari Abu Bakar radhiyallahu anhu, ia berkata, Rasulullah saw bersabda, “Jika manusia mengetahui kezaliman dan tidak memberantasnya, maka Allah akan menimpakan azab kepada mereka.” (HR. Abu Daud).”

“Dari Jarir radhiyallahu anhu, ia berkata, Rasulullah shallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Jika suatu kaum mengetahui kemaksiatan, tapi mereka tidak memberantasnya, padahal mereka mampu melakukannya, maka Allah akan menimpakan azab kepada mereka sebelum mereka meninggal.” (HR. Abu Daud)

Para sahabat juga menjelaskan hal yang sama. Di antara mereka adalah perkataan Ali bin Abi Thalib radhiyallahu ‘anhu , “Tidaklah musibah tersebut turun melainkan karena dosa. Oleh karena itu, tidaklah bisa musibah tersebut hilang melainkan dengan taubat.” (Al Jawabul Kaafi, hal. 87)

Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhuma berkata: “Allah ta’ala menyuruh kaum mukminin untuk tidak melegalkan kemunkaran yang terjadi pada mereka. Jika tidak, maka Dia akan menimpakan azab secara menyeluruh kepada mereka”.

Di akhir khutbahnya, ustaz Yusran mengingatkan umat Islam bahwa dampak maksiat berupa bencana alam itu tidak hanya menimpa para pelaku maksiat saja, namun juga menimpa orang-orang shalih, anak-anak, maupun orang tua.

“Bencana atau azab itu datang tidak hanya menimpa para pelaku maksiat saja, namun juga menimpa orang-orang shalih, anak-anak dan orang tua. Allah ta’ala berfirman, “Dan peliharalah dirimu dari siksaan yang tidak hanya menimpa orang-orang zhalim saja di antara kamu. Ketahuilah bahwa Allah sangat keras siksa-Nya.” (Al-Anfal: 25).”

“Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhuma memberi komentar mengenai ayat ini. Ia berkata, “Allah ta’ala menyuruh kaum mukminin untuk tidak melegalkan kemunkaran yang terjadi pada mereka. Jika tidak, Dia akan menimpakan azab secara menyeluruh kepada mereka”.

“Zainab Ummul Mukminin radhiyallahu ‘anha pernah bertanya kepada Rasulullah shallahu ‘alaihi wa sallam, “Wahai Rasulullah, apakah kita akan dibinasakan, sedangkan orang-orang shalih di tengah-tengah kita? Rasulullah shallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Iya, jika kejahatan merajalela. (HR. Muslim).

“Rasulullah shallahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda, “Sesungguhnya manusia jika melihat kemunkaran tapi tidak menghentikannya, maka Allah ta’ala akan menimpakan hukuman kepada mereka secara menyeluruh.” (HR. Tirmizi).”

“Semoga kita bisa mengambil pelajaran dari berbagai bencana alam yang menimpa bangsa kita selama ini dengan bertaubat dan berkomitmen mengamalkan syariat dengan meninggalkan segala maksiat atau perbuatan haram dan melaksanakan segala kewajiban termasuk kewajiban melaksanakan amar ma’ruf dan nahi munkar. Dan semoga kita dijauhkan dari bencana dan azab Allah ta’ala.” pungkasnya.

*Rilis Berita:*

*Ustaz Yusran Hadi: “Bencana Alam Terjadi Akibat Maksiat Yang Merajalela.*

*Banda Aceh -* Ketua Majelis Intelektual dan Ulama Muda Indonesia (MIUMI) Provinsi Aceh Ustaz Dr. Muhammad Yusran Hadi, Lc., MA. mengingatkan umat Islam mengenai bahaya maksiat dan meninggalkan kewajiban amar ma’ruf dan nahi munkar.

“Selama ini, banyak bencana atau musibah yang terjadi di negara kita ini. Berbagai bencana menimpa bangsa kita silih berganti bagaikan malam dan siang. Mulai dari bencana banjir, longsor, gunung meletus, gempa bahkan sampai Tsunami menimpa bangsa Indonesia. Hal seperti ini tidak terjadi di negara-negara lain kecuali sedikit. Bahkan di Arab Saudi tidak ada atau jarang sekali terjadi bencana.”

“Baru-baru ini banjir terjadi di berbagai daerah di Indonesia, termasuk di Aceh Tamiang. Banjir yang terjadi di kabupaten Aceh Tamiang pada awal November telah merendam 146 kampung di 12 kecamatan. Lebih dari 29 ribu Kepala Keluarga harus mengungsi. Beberapa hari kemudian terjadi bencana gempa dan longsor di kabupaten Cianjur Jawa Barat yang menewaskan lebih dari 350 orang dan menghancurkan ratusan rumah. Ribuan orangpun harus mengungsi. Lalu, Setelah itu disusul bencana meletus gunung Simeru di Jawa Timur dan gempa di daerah lain. Pada saat yang sama dan setelahnya, banjir kembali melanda sebagian daerah sampai hari ini.”

“Oleh karena itu, bangsa Indonesia wajib introspeksi diri dan peduli terhadap lingkungan sekitar kita dengan mencegah maksiat. Bangsa Indonesia wajib bertaubat kepada Allah ta’ala dengan meninggalkan maksiat dan melakukan amal shalih. Karena bencana merupakan teguran, ujian dan azab Allah ta’ala. Dan bencana ini terjadi dengan kehendak dan izin Allah ta’ala.”

“Bencana menjadi teguran dan peringatan Allah ta’ala kepada manusia terhadap maksiat yang dilakukan. Bencana menjadi ujian bagi orang yang beriman karena Allah ta’ala ingin menguji keimanannya apakah ia tetap beriman atau tidak, apakah ia sabar atau tidak. Bencana juga bisa menjadi azab bagi para pelaku maksiat termasuk meninggalkan kewajiban amar ma’ruf dan nahi munkar.”

Nasehat ini disampaikan oleh Ustaz Dr. Muhammad Yusran Hadi, Lc., MA dalam khutbah Jum’at (23/12/2022) di Masjid Al-Ikhlas Kantor Lembaga Administrasi Negara (LAN) Banda Aceh selama lebih kurang 25 menit pada waktu shalat Jum’at yang diimami oleh imam sekaligus muazzin Masjid Istiqlal Jakarta Ust. Qadarusmadi, S.Hum asal Banda Aceh.

Selanjutnya, ustaz Yusran yang juga Doktor Fiqh dan Ushul Fiqh lulusan International Islamic University Malaysia (IIUM) menegaskan bahwa bencana terjadi akibat perbuatan maksiat yang merajalela.

“Bencana alam terjadi akibat perbuatan maksiat yang merajalela. Allah ta’ala berfirman, “Dan tidaklah Kami membinasakan Kami membinasakan suatu negeri kecuali penduduknya melakukan kezaliman.” (QS. Al-Qashash: 59).”

“Allah ta’ala juga berfirman, “Dan sekiranya penduduk negeri beriman dan bertakwa, pasti Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi ternyata mereka mendustakan (ayat-ayat Kami), maka Kami siksa mereka sesuai dengan apa yang telah mereka kerjakan.” (Al-A’raf: 96).”

“Allah ta’ala juga berfirman: “Dan apa saja musibah yang menimpa kamu maka adalah disebabkan oleh perbuatan tanganmu sendiri, dan Allah memaafkan sebagian besar (dari kesalahan-kesalahanmu).” (QS. Asy Syura: 30).”

Ustaz Yusran yang juga Ketua Pimpinan Cabang Muhammadiyah Syah Kuala Banda Aceh menjelaskan maksud dan tujuan Allah a’ala menimpakan bencana kepada bangsa Indonesia.

“Semua bencana alam yang terjadi selama ini mengandung pelajaran dan hikmah. Semua kejadian tidak terjadi sia-sia, namun ada maksud dan tujuan Allah ta’ala termasuk dalam memberikan bencana alam. Ada hikmah dibalik musibah dan pesan dari Allah ta’ala.”

“Allah ta’ala menimpakan bencana agar kita sadar terhadap tujuan hidup kita yaitu beribadah kepada Allah ta’ala, menegur kita agar tidak serakah dalam mengambil kekayaan alam, mengingatkan kita untuk bersyukur atas nikmat yang Allah berikan, dan untuk memberikan peringatan kepada kita untuk senantiasa bertaubat dan mengamalkan syariat-Nya, serta untuk memberikan azab kepada para pelaku maksiat sebagai balasan atas maksiat yang dilakukan selama ini.,” ujarnya.

Kemudian, ustaz Yusran yang juga Wakil Ketua Majelis Pakar Parmusi Provinsi Aceh menjelaskan macam-macam maksiat yang terjadi dalam masyarakat.

“Di antara bentuk kemaksiatan adalah kelalaian manusia terhadap kewajiban kepada Allah ta’ala. Kita disibukkan dengan berbagai kesenangan dan kenikmatan dunia. Kita berlomba-lomba mengejar harta, pangkat, jabatan sehingga melupakan dan meninggalkan kewajiban-kewajiban agama seperti shalat lima waktu, shalat berjama’ah bagi laki-laki, puasa, membaca al-Quran, berdoa, berzikir, membayar zakat, syukur nikmat dan sebagainya. Kesenangan dan kenikmatan dunia telah membuat kita lalai dari kewajiban kita kepada Allah ta’ala.”

“Di samping itu, kemungkaran berupa syirik, khurafat, tahayul, dan ajaran sesat terjadi dan berkembang. Begitu pula bid’ah dalam ibadah dan aqidah menjadi tradisi dalam kehidupan sehari-hari. Selain itu, berbagai kriminal seperti pembunuhan, penganiaan,, pemerkosaan, pencurian, minum minuman keras, dan sebagaiinya sering terjadi. Krisis moral baik perkataan maupun perbuatan haram seperti perbuatan kezhaliman,, menipu/manipulasi, korupsi, suap, mencaci, menfitnah, judi, mengkonsumsi dan menjual rokok, narkoba, sabu-sabu, ganja, dan sejenisnya, pamer aurat, pacaran, perzinaan dan sebagainya merajalela. Semua itu maksiat yang mengundang bencana atau azab Allah,” tegasnya.

Ustaz Yusran yang juga anggota Ikatan Ulama dan Da’i Asia Tenggara menjelaskan kewajiban amar ma’ruf (menyeru kepada kebaikan) dan nahi munkar (mencegah kemungkaran).

“Setiap muslim wajib melaksanakan amar ma’ruf dan nahi munkar sesuai kemampuannya. Allah ta’ala berfirman: “Dan hendaklah di antara kamu ada segolongan orang yang menyeru kepada kebaikan, menyeru (berbuat) yang ma’ruf, dan mencegah daripada yang munkar. Dan mereka itulah orang-orang yang beruntung.” (Ali Imran: 104).”

“Imam Al-Hafiz Ibnu Katsir rahimahullah dalam tafsirnya berkata, “Maksud ayat ini adalah, harus ada sekelompok dari umat ini yang melakukan tugas dakwah, meskipun sebenarnya dakwah itu merupakan kewajiban bagi setiap individu sesuai dengan kemampuannya.” (Tafsir Ibnu Katsir: 1/361).”

“Rasulullah shallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Barangsiapa di antara kalian melihat kemunkaran, maka ubahlah dengan tangannya. Jika tidak sanggup, maka ubah dengan lisan. Jika tidak sanggup, maka dengan hati. Yang demikian itu selemah-lemah iman.” (HR. Muslim). Hadits ini menjelaskan bahwa setiap muslim wajib mencegah kemunkaran sesuai dengan kemampuan masing-masing, baik dengan tangan, lisan ataupun hatinya.”

“Rasulullah shallahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda, “Demi jiwaku dalam genggaman Allah, kalian benar-benar mau melaksanakan amar ma’ruf dan nahi munkar atau (kalau tidak) Allah akan menimpakan kepada kalian siksa dari-Nya, lalu kalian memohon doa kepada Allah maka Dia tidak akan menerimanya.” (HR. At-Tirmizi dan Ibnu Majah).”

“Berdasarkan ayat dan hadits-hadits di atas, maka para ulama sepakat mengatakan bahwa melaksanakan amar ma’ruf dan nahi munkar hukumnya wajib kifayah sesuai kemampuannya. Meskipun demikian, kewajiban ini bisa menjadi wajib a’in bila tidak ada orang yang melaksanakannya di suatu masyarakat atau kampung. Maknanya, setiap individu berdosa jika dia melihat kemunkaran, namun tidak mencegah atau melarangnya.”

“Setiap muslim wajib mencega kemunkaran (maksiat) sesuai dengan kemampuannya. Seorang pemimpin wajib mencegahnya dengan tangannya yakni kekuasaannya. Seorang ulama, cendekiawan, ustaz dan da’i wajib mencegahnya dengan lisannya lewat khutbah, ceramah dan pengajian serta pengajaran. Begitu pula lewat tulisan. Adapun orang yang tidak mampu mencegah dengan tangan atau lisan seperti orang awam, maka mencegah kemungkaran dengan hatinya. Maknanya, membenci kemunkaran. Inilah tingkatan paling rendah dari iman seseorang.,” jelasnya.

Selanjutnya ustaz Yusran yang juga dosen Fakultas Syari’ah dan Hukum UIN Ar-Raniry Banda Aceh mengingatkan bahaya meninggalkan kewajiban amal ma’ruf dan nahi munkar.

“Mengabaikan kewajiban amar ma’ruf dan nahi munkar bisa mengundang bencana atau azab Allah ta’ala. Jika kita hanya berdiam diri menyaksikan kemunkaran di sekitar kita, tanpa ada upaya pencegahan sesuai dengan kemampuan kita, maka Allah ta’ala akan menimpakan bencana atau azab-Nya kepada kita di dunia maupun di akhirat. Begitu pula mentolerir kemunkaran bagi yang mampu kita menghentikannya berarti meridhai dan melegalkan kemunkaran tersebut.”

“Jika kemunkaran itu telah merajalela dan tidak ada orang yang melakukan kewajiban amar ma’ruf dan nahi munkar, maka Allah ta’ala akan menimpakan bencana dan azab-Nya kepada penduduk negeri yang banyak berbuat maksiat. Karena, penyebab utama turunnya azab Allah ta’ala adalah kemaksiatan yang merajalela, sebagaimana yang telah dijelaskan dalam Al-Qur’an (QS. Al-Qashash: 59 dan Al-‘Araf: 96).

“Dari Abu Bakar radhiyallahu anhu, ia berkata, Rasulullah saw bersabda, “Jika manusia mengetahui kezaliman dan tidak memberantasnya, maka Allah akan menimpakan azab kepada mereka.” (HR. Abu Daud).”

“Dari Jarir radhiyallahu anhu, ia berkata, Rasulullah shallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Jika suatu kaum mengetahui kemaksiatan, tapi mereka tidak memberantasnya, padahal mereka mampu melakukannya, maka Allah akan menimpakan azab kepada mereka sebelum mereka meninggal.” (HR. Abu Daud)

Para sahabat juga menjelaskan hal yang sama. Di antara mereka adalah perkataan Ali bin Abi Thalib radhiyallahu ‘anhu , “Tidaklah musibah tersebut turun melainkan karena dosa. Oleh karena itu, tidaklah bisa musibah tersebut hilang melainkan dengan taubat.” (Al Jawabul Kaafi, hal. 87)

Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhuma berkata: “Allah ta’ala menyuruh kaum mukminin untuk tidak melegalkan kemunkaran yang terjadi pada mereka. Jika tidak, maka Dia akan menimpakan azab secara menyeluruh kepada mereka”.

Di akhir khutbahnya, ustaz Yusran mengingatkan umat Islam bahwa dampak maksiat berupa bencana alam itu tidak hanya menimpa para pelaku maksiat saja, namun juga menimpa orang-orang shalih, anak-anak, maupun orang tua.

“Bencana atau azab itu datang tidak hanya menimpa para pelaku maksiat saja, namun juga menimpa orang-orang shalih, anak-anak dan orang tua. Allah ta’ala berfirman, “Dan peliharalah dirimu dari siksaan yang tidak hanya menimpa orang-orang zhalim saja di antara kamu. Ketahuilah bahwa Allah sangat keras siksa-Nya.” (Al-Anfal: 25).”

“Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhuma memberi komentar mengenai ayat ini. Ia berkata, “Allah ta’ala menyuruh kaum mukminin untuk tidak melegalkan kemunkaran yang terjadi pada mereka. Jika tidak, Dia akan menimpakan azab secara menyeluruh kepada mereka”.

“Zainab Ummul Mukminin radhiyallahu ‘anha pernah bertanya kepada Rasulullah shallahu ‘alaihi wa sallam, “Wahai Rasulullah, apakah kita akan dibinasakan, sedangkan orang-orang shalih di tengah-tengah kita? Rasulullah shallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Iya, jika kejahatan merajalela. (HR. Muslim).

“Rasulullah shallahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda, “Sesungguhnya manusia jika melihat kemunkaran tapi tidak menghentikannya, maka Allah ta’ala akan menimpakan hukuman kepada mereka secara menyeluruh.” (HR. Tirmizi).”

“Semoga kita bisa mengambil pelajaran dari berbagai bencana alam yang menimpa bangsa kita selama ini dengan bertaubat dan berkomitmen mengamalkan syariat dengan meninggalkan segala maksiat atau perbuatan haram dan melaksanakan segala kewajiban termasuk kewajiban melaksanakan amar ma’ruf dan nahi munkar. Dan semoga kita dijauhkan dari bencana dan azab Allah ta’ala.” pungkasnya. (ril)

Related posts

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *