Kasus TR Simpang Siur, Kuasa Hukum Sebut Ini Ada Kejanggalan Terkait Sanksi

Merdekanusantara.com,Depok – Suhu politik di internal Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) DPRD Kota Depok kian memanas. Anggota DPRD Depok dari Fraksi PKB, Tati Rachmawati (TR), dikabarkan bersiap membawa polemik penonaktifannya ke Dewan Pengurus Pusat (DPP) PKB. Langkah itu diambil setelah TR dan tim kuasa hukumnya menilai keputusan Ketua Fraksi PKB Depok, Siswanto, sarat kejanggalan dan tidak melalui mekanisme partai yang semestinya.

Ketegangan ini berawal dari keputusan Fraksi PKB yang menonaktifkan TR dari seluruh alat kelengkapan dewan. Ketua Fraksi PKB DPRD Depok, Siswanto, menegaskan bahwa langkah tersebut merupakan hasil penilaian internal partai terhadap kinerja kadernya, bukan berdasar keputusan Badan Kehormatan (BK) DPRD.

“Yang kami sampaikan kemarin terkait penonaktifan Bu Tati bukan berdasarkan keputusan BK, tapi karena partai punya penilaian sendiri terhadap seluruh kadernya. Tanpa keputusan BK pun, partai berhak melakukan recall terhadap anggota fraksi,” ujar Siswanto saat ditemui wartawan, Rabu (30/10/2025).

Ia menilai, sanksi yang diberikan terhadap TR justru tergolong ringan.

“Kalau ada anggota fraksi yang mencederai kepercayaan masyarakat, biasanya partai memberi keputusan keras. Jadi menurut saya, nonaktif dari alat kelengkapan dewan itu masih ringan,” katanya.

Lebih lanjut, Siswanto mengaku kecewa karena TR dinilai telah melanggar mekanisme partai dengan melibatkan pihak eksternal dalam persoalan internal fraksi.

“Jujur, saya sangat tersinggung. Bu TR melawan mekanisme partai. Kalau merasa perlu bantuan hukum, partai punya lembaga hukum sendiri. Tidak seharusnya memakai pengacara dari luar,” tegasnya.

Menurutnya, masalah politik seharusnya diselesaikan dengan komunikasi politik, bukan melalui jalur hukum yang berpotensi memperkeruh suasana.

“Kami menyayangkan masalah ini mencuat ke publik karena bisa menimbulkan salah persepsi terhadap PKB. Sejak awal, partai selalu menekankan agar anggota bekerja untuk kemaslahatan masyarakat,” tutupnya.

Menanggapi pernyataan Siswanto, kuasa hukum TR, Deny Hariyatna, membantah keras tudingan tersebut. Ia menegaskan, surat yang dikirimkan ke BK DPRD Depok bukanlah somasi, melainkan laporan resmi mengenai proses penonaktifan TR yang dinilai tidak sesuai mekanisme.

“Saya tidak pernah memberi somasi ke BK. Itu surat laporan Bu TR ke BK perihal penonaktifan. Kalau memang partai memutuskan menonaktifkan, kami ingin tahu apakah sudah dilakukan due process of law dan mekanisme partai yang benar,” tegas Deny.

Deny pun mempertanyakan transparansi proses pengambilan keputusan tersebut.

“Kapan dilakukan pengkajian? Mengapa Bu TR tidak dimintai keterangan oleh partai? Apakah ada surat keputusannya? Jika tidak ada, pernyataan ketua fraksi jelas merupakan tindakan sewenang-wenang,” ujarnya.

Lebih jauh, Deny menyebut pihaknya siap menempuh langkah hukum internal partai jika mekanisme ini terus diabaikan.

“Kalau Ketua Fraksi tetap bersikeras, kami akan melaporkan ke Mahkamah Partai. Sesuai Peraturan Partai PKB tentang penyelesaian perselisihan, anggota yang dirugikan punya hak mengajukan permohonan penyelesaian ke Majelis Takhrim (Mahkamah Partai PKB),” jelasnya.

Deny juga menegaskan bahwa setiap warga negara, termasuk anggota dewan, berhak menunjuk kuasa hukum pribadi untuk membela kepentingannya.

“Setiap warga negara berhak menunjuk kuasa untuk mendampingi kepentingan hukumnya. Tidak ada larangan bagi anggota partai untuk itu,” tegas Deny.

Ia menyindir balik langkah Ketua Fraksi yang dianggap tidak memahami aturan internal PKB.

“Bisa dibayangkan, Ketua Fraksi yang seharusnya melindungi anggotanya justru mengambil keputusan penonaktifan tanpa mekanisme yang jelas. Publik berhak tahu apa dasar keputusan yang disebut-sebut sebagai keputusan partai itu,” tutupnya. (Hanny)

Related posts

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *